Catatan ini sebenarnya kutulis dengan setengah hati, karena jadwal rutin menulis catatan bagi wartawan. Karena kala itu pikiran sedang kacau, membuatku menulis catatan ini dengan setengah hati. Menurutku aku lebih mengulas ulang riwayat operasional Pelabuhan Lhoktuan ketimbang membuat suatu catatan. Walaupun kutuliskan keinginan dan harapanku. Namun di luar dugaan, dua redaktur memuji catatanku ini. Terbit di halaman utama Bontang Post edisi Selasa, 19 November 2013.
--------------------------------------------
Akhir Juli silam, sejarah baru tercatat di Kota Taman. Pelabuhan Lhoktuan yang telah lama dinantikan masyarakat Bontang akhirnya beroperasi. Mendapatkan izin sementara dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub), kala itu pelabuhan ini melayani rute mudik Idulfitri 1434 Hijriah, dengan rute Bontang-Parepare dan sebaliknya, menggandeng PT Jembatan Nusantara selaku pemilik kapal. Meskipun belum memiliki Badan Usaha Kepelabuhanan (BUP), namun Pemkot Bontang tetap melakukan uji coba pelayaran. Ditunjuk saat itu Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo) Bontang bersama UPP Pelabuhan selaku BUP.
Saya ingat kala itu antusiasme masyarakat sangat besar dalam pelayaran uji coba perdana tersebut. Ribuan warga dan penumpang memadati wilayah pelabuhan, ingin menyaksikan kedatangan kapal Swarna Bahtera dengan kapasitas sekira 300 penumpang. Tergambar jelas kebahagiaan warga yang datang disana, terutama para penumpang yang ingin mudik ke kampung halaman di Sulawesi dengan kapal tersebut.
Karena, keberadaan pelabuhan dengan rute yang ditawarkan itu memudahkan masyarakat yang sebelumnya mesti menempuh jarak jauh ke Balikpapan untuk bisa menggunakan transportasi kapal. Bukan hanya warga Bontang, pelayaran itu dinantikan warga di sekitar Bontang di antaranya dari Kutai Timur (Kutim) dan Kutai Kartanegara (Kukar) yang bahkan sampai rela menginap di pelabuhan.
Sayangnya, pada pelayaran keenam, awal September lalu, operasional pelabuhan dihentikan. Alasannya faktor keamanan yang dianggap membahayakan para penumpang. Di antaranya ketiadaan pagar pembatas dan lampu penerangan di pelabuhan. Ketiadaan pagar pembatas diklaim membuat masyarakat yang ingin menyaksikan kedatangan serta keberangkatan kapal dapat dengan mudah masuk ke wilayah pelabuhan. Praktis penumpukan masyarakat ini mengkhawatirkan keamanan, salah satunya bila ada warga yang tercebur ke laut.
Dishubkominfo sendiri tak punya pilihan selain menghentikan operasional pelabuhan sembari memenuhi fasilitas keamanan yang diinginkan. Dengan mengupayakan izin operasional kembali, sambil menunggu ditentukannya BUP selaku operator pelabuhan. Berhentinya operasional ini, dikeluhkan masyarakat dan juga pemilik kapal. Pemkot Bontang dinilai tidak serius dalam pengoperasian pelabuhan, disebut memberikan harapan palsu bagi masyarakat Bontang. Pasalnya, beroperasinya pelabuhan telah memberikan harapan baru bagi masyarakat. Di antaranya transportasi yang lebih mudah, murah, dan cepat, serta peningkatan ekonomi melalui transportasi barang-barang kebutuhan yang lebih cepat,
Pada akhirnya, Pelabuhan Lhoktuan hanya bisa kembali beroperasi bila telah ditentukan adanya BUP selaku operator pelabuhan. BUP sebagai syarat ini telah ditegaskan Kemenhub kepada Pemkot Bontang. Dan memang, sebagaimana tertuang dalam Pasal 74 PP Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan. Dinyatakan disana, dalam operasional pelabuhan, harus ditunjuk BUP. Praktis Dishubkominfo tidak punya pilihan lain kecuali segera menentukan BUP untuk pelabuhan ini. Sembari mempersiapkan perusahaan daerah yang akan menjadi BUP, Pemkot berencana melakukan lelang dalam menentukan BUP mana yang akan menjadi operator Pelabuhan Lhoktuan nantinya. Lelang ini terbuka bagi semua BUP yang berminat mengelola Pelabuhan Lhoktuan. Bila tidak ada aral melintang, di penghujung tahun ini, BUP bisa ditunjuk dan pelabuhan dapat segera dioperasikan BUP pemenang.
Tentunya, sebagai bagian masyarakat Bontang, besar keinginan saya agar pelabuhan dapat kembali beroperasi. Menurut saya, asa atau harapan masyarakat Bontang ada di pelabuhan ini. Keberadaan pelabuhan ini tentunya, akan dapat mengembangkan Bontang ke arah yang lebih baik lagi. Baik itu ketersediaan transportasi murah ataupun peningkatan ekonomi masyarakat. Penciptaan harga-harga murah bisa saja terjadi melalui transportasi bahan-bahan kebutuhan, baik itu pangan atau bahan baku produksi yang lebih murah melalui transportasi yang ditawarkan.
Tapi tetap saja, operasional pelabuhan ini haruslah sesuai dengan prosedur yang ada. Serta sebisa mungkin tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dihentikannya operasional pelabuhan setelah sempat memberikan harapan beberapa waktu lalu tentu menjadi sebuah tanda Tanya tersendiri bagi masyarakat, yang ditujukan pada Pemkot Bontang. Apakah dioperasikannya pelabuhan akhir Juli lalu itu merupakan suatu pemaksaan, atau memang sekadar memenuhi kebutuhan masyarakat Bontang akan transportasi mudik yang lebih murah, mudah, can cepat?
Saya rasa masih banyak pekerjaan rumah yang mesti dikerjakan Pemkot melalui instansi-instansi terkait. Seperti fasilitas penunjang keamanan, yang semestinnya dapat dilengkapi dan dipastikan. Sementara masalah-masalah lainnya, terutama terkait wilayah sekitar pelabuhan yang masih belum dibebaskan, tentu harus segera diselesaikan. Pelabuhan Lhoktuan bagaimanapun membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas penunjang, seperti terminal peti kemas dan lahan parkir. Keberadaan lahan ini harus dipastikan, agar pelabuhan dapat difungsikan maksimal.
Semoga, niat baik Pemkot Bontang dapat segera terwujud, sehingga setiap asa yang dititipkan di Pelabuhan Lhoktuan dapat segera terjawab. (***)
--------------------------------------------
Akhir Juli silam, sejarah baru tercatat di Kota Taman. Pelabuhan Lhoktuan yang telah lama dinantikan masyarakat Bontang akhirnya beroperasi. Mendapatkan izin sementara dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub), kala itu pelabuhan ini melayani rute mudik Idulfitri 1434 Hijriah, dengan rute Bontang-Parepare dan sebaliknya, menggandeng PT Jembatan Nusantara selaku pemilik kapal. Meskipun belum memiliki Badan Usaha Kepelabuhanan (BUP), namun Pemkot Bontang tetap melakukan uji coba pelayaran. Ditunjuk saat itu Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo) Bontang bersama UPP Pelabuhan selaku BUP.
Saya ingat kala itu antusiasme masyarakat sangat besar dalam pelayaran uji coba perdana tersebut. Ribuan warga dan penumpang memadati wilayah pelabuhan, ingin menyaksikan kedatangan kapal Swarna Bahtera dengan kapasitas sekira 300 penumpang. Tergambar jelas kebahagiaan warga yang datang disana, terutama para penumpang yang ingin mudik ke kampung halaman di Sulawesi dengan kapal tersebut.
Karena, keberadaan pelabuhan dengan rute yang ditawarkan itu memudahkan masyarakat yang sebelumnya mesti menempuh jarak jauh ke Balikpapan untuk bisa menggunakan transportasi kapal. Bukan hanya warga Bontang, pelayaran itu dinantikan warga di sekitar Bontang di antaranya dari Kutai Timur (Kutim) dan Kutai Kartanegara (Kukar) yang bahkan sampai rela menginap di pelabuhan.
Sayangnya, pada pelayaran keenam, awal September lalu, operasional pelabuhan dihentikan. Alasannya faktor keamanan yang dianggap membahayakan para penumpang. Di antaranya ketiadaan pagar pembatas dan lampu penerangan di pelabuhan. Ketiadaan pagar pembatas diklaim membuat masyarakat yang ingin menyaksikan kedatangan serta keberangkatan kapal dapat dengan mudah masuk ke wilayah pelabuhan. Praktis penumpukan masyarakat ini mengkhawatirkan keamanan, salah satunya bila ada warga yang tercebur ke laut.
Dishubkominfo sendiri tak punya pilihan selain menghentikan operasional pelabuhan sembari memenuhi fasilitas keamanan yang diinginkan. Dengan mengupayakan izin operasional kembali, sambil menunggu ditentukannya BUP selaku operator pelabuhan. Berhentinya operasional ini, dikeluhkan masyarakat dan juga pemilik kapal. Pemkot Bontang dinilai tidak serius dalam pengoperasian pelabuhan, disebut memberikan harapan palsu bagi masyarakat Bontang. Pasalnya, beroperasinya pelabuhan telah memberikan harapan baru bagi masyarakat. Di antaranya transportasi yang lebih mudah, murah, dan cepat, serta peningkatan ekonomi melalui transportasi barang-barang kebutuhan yang lebih cepat,
Pada akhirnya, Pelabuhan Lhoktuan hanya bisa kembali beroperasi bila telah ditentukan adanya BUP selaku operator pelabuhan. BUP sebagai syarat ini telah ditegaskan Kemenhub kepada Pemkot Bontang. Dan memang, sebagaimana tertuang dalam Pasal 74 PP Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan. Dinyatakan disana, dalam operasional pelabuhan, harus ditunjuk BUP. Praktis Dishubkominfo tidak punya pilihan lain kecuali segera menentukan BUP untuk pelabuhan ini. Sembari mempersiapkan perusahaan daerah yang akan menjadi BUP, Pemkot berencana melakukan lelang dalam menentukan BUP mana yang akan menjadi operator Pelabuhan Lhoktuan nantinya. Lelang ini terbuka bagi semua BUP yang berminat mengelola Pelabuhan Lhoktuan. Bila tidak ada aral melintang, di penghujung tahun ini, BUP bisa ditunjuk dan pelabuhan dapat segera dioperasikan BUP pemenang.
Tentunya, sebagai bagian masyarakat Bontang, besar keinginan saya agar pelabuhan dapat kembali beroperasi. Menurut saya, asa atau harapan masyarakat Bontang ada di pelabuhan ini. Keberadaan pelabuhan ini tentunya, akan dapat mengembangkan Bontang ke arah yang lebih baik lagi. Baik itu ketersediaan transportasi murah ataupun peningkatan ekonomi masyarakat. Penciptaan harga-harga murah bisa saja terjadi melalui transportasi bahan-bahan kebutuhan, baik itu pangan atau bahan baku produksi yang lebih murah melalui transportasi yang ditawarkan.
Tapi tetap saja, operasional pelabuhan ini haruslah sesuai dengan prosedur yang ada. Serta sebisa mungkin tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dihentikannya operasional pelabuhan setelah sempat memberikan harapan beberapa waktu lalu tentu menjadi sebuah tanda Tanya tersendiri bagi masyarakat, yang ditujukan pada Pemkot Bontang. Apakah dioperasikannya pelabuhan akhir Juli lalu itu merupakan suatu pemaksaan, atau memang sekadar memenuhi kebutuhan masyarakat Bontang akan transportasi mudik yang lebih murah, mudah, can cepat?
Saya rasa masih banyak pekerjaan rumah yang mesti dikerjakan Pemkot melalui instansi-instansi terkait. Seperti fasilitas penunjang keamanan, yang semestinnya dapat dilengkapi dan dipastikan. Sementara masalah-masalah lainnya, terutama terkait wilayah sekitar pelabuhan yang masih belum dibebaskan, tentu harus segera diselesaikan. Pelabuhan Lhoktuan bagaimanapun membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas penunjang, seperti terminal peti kemas dan lahan parkir. Keberadaan lahan ini harus dipastikan, agar pelabuhan dapat difungsikan maksimal.
Semoga, niat baik Pemkot Bontang dapat segera terwujud, sehingga setiap asa yang dititipkan di Pelabuhan Lhoktuan dapat segera terjawab. (***)