Surat kabar harian terbit setiap hari dalam setiap pekan. Kecuali, bagi surat kabar harian yang memiliki kebijakan khusus. Namun pada umumnya surat kabar harian terbit setiap hari. Kalaupun ada libur, biasanya pada hari-hari besar keagamaan, seperti Hari Idul Fitri. Jadi, para pewarta berita tetap mencari berita pada hari-hari yang digunakan perusahaan atau instansi pemerintah untuk libur, misalnya hari Sabtu atau Minggu.
Nah, hari-hari inilah yang biasanya menjadi hari sulit bagi para wartawan untuk mencari berita. Terutama bagi para wartawan halaman utama, mengingat instansi pemerintahan tutup dan para pejabat terkait sulit untuk ditemui pada hari-hari itu. Yeah, hari libur bagi pihak lain merupakan hari sial untuk para kuli tinta. Sulit untuk bisa mencari berita-berita keras dan menjual pada hari-hari itu. Beruntung di masa kini, wartawan cukup terbantu dengan keberadaan telepon seluler. Sehingga untuk konfirmasi berita, tinggal menelepon pejabat yang bersangkutan. Namun tetap saja, cara wawancara seperti ini tidak efektif. Lantaran, bisa saja ada data yang dibutuhkan wartawan, namun data tersebut ada di kantor instansi terkait. Selain itu, sebisa mungkin wartawan menghindari cara wawancara seperti itu.
Meski begitu, beberapa wartawan cerdas memiliki strategi khusus agar dapat mengamankan stok berita untuk hari Minggu dan Senin. Terutama hari Senin, mengingat berita untuk terbit hari Senin merupakan berita-berita yang harus memiliki nilai jual tinggi, karena menjadi hari pertama pada hari kerja. Biasanya wartawan halaman utama memanfaatkan hari kerja sebelum dua hari itu tiba untuk bisa mendapatkan banyak berita. Biasanya dari satu narasumber yang ditemui, seorang wartawan bisa menanyakan lebih dari satu isu, tentunya yang merupakan kewenangan narasumber tersebut.
Sayangnya, tidak semua isu tersebut bisa ditunda untuk terbit Minggu atau Senin. Terutama untuk koran-koran daerah. Sebuah isu atau berita tertentu juga memiliki nilai kedaluarsa yang harus segera diterbitkan untuk dapat diketahui publik. Karena kalau tidak, berita tersebut akan menjadi basi dan tidak layak terbit. Terutama pada berita-berita kasus atau berita-berita yang terkait pada peristiwa-peristiwa penting. Sementara untuk berita-berita yang memiliki ketahanan waktu cukup lama, biasanya berita ringan yang fleksibel dan dibutuhkan kapan saja.
Well, sebagai wartawan koran daerah, dua hari tersebut merupakan dua hari yang tidak kusukai untuk mencari berita atau liputan. Sebentar, maksudku tiga hari, ditambah dengan hari Jumat. Ini dikarenakan pada hari Jumat, instansi pemerintahan hanya buka setengah hari, tutup menjelang Salat Jumat. Waktu yang terbatas di hari Jumat yang terpotong Salat Jumat membuat mencari berita terkait instansi cukup sulit pada hari itu. Apalagi, di kantorku selepas Salat Jumat dilakukan rapat lintas divisi, yang tentunya sangat menyita waktu bagi wartawan. Inilah yang lantas membuatku memilihnya menjadi hari libur, saat redaksi memberikan opsi hari libur. Walaupun, aku masih harus tetap menghadiri rapat.
Karena itu, solusi lainnya dari mencari berita di hari-hari yang krusial tersebut yaitu dengan memanfaatkan isu warga. Maksudnya, wartawan turun langsung untuk mencari permasalahan warga. Ini ideal dilakukan, mengingat warga bisa ditemui walaupun hari libur di kediaman masing-masing. Tapi, mencari isu seperti ini cukup susah. Karena, tidak setiap hari ada masalah di lingkungan warga, dan tidak selamanya warga ingin berbicara. Apalagi sebagian besar masyarakat di kotaku saat ini, Bontang, masih menganggap tabu untuk berbicara di media massa.
Dengan kendala seperti itu, mayoritas liputanku pada hari-hari krusial tersebut lantas hanya mengandalkan wawancara via telepon, mengandalkan oral statement. Tapi itu bukan berarti menyelesaikan masalah berita di hari-hari libur tersebut. Karena ada kendala-kendala lain yang kemudian muncul. Salah satunya, tidak selamanya telepon kita diangkat oleh narasumber. Tidak selamanya pula pesan singkat kita dibalas oleh narasumber. Apalagi bagi narasumber yang anti pada media atau nomor-nomor yang tidak dikenal. Membuat wartawan tentunya harus berpikir keras demi suara ketikan tetap terdengar di ruang redaksi.
Mengantisipasi hal ini, biasanya mudah apabila berita yang ditulis merupakan berita yang sifatnya running. Atau, berita yang berupa kelanjutan dari berita yang telah ada sebelumnya, bisa dibilang perkembangan berita sebelumnya. Biasanya pada berita-berita kasus, seperti berita indikasi daging babi pada bakso yang beberapa waktu ini sempat panas di kotaku. Tapi sekali lagi, tidak semua berita bisa di-running. Kecuali, ada statement yang disimpan oleh wartawan untuk ditampilkan pada lanjutan beritanya, keesokan harinya. Masalahnya kalau berita tersebut sudah selesai dibahas dan dikupas tuntas semuanya, ya habislah wartawan itu kalau tidak cerdas.
Well, liburnya para pejabat atau narasumber pada hari-hari tersebut, sehingga tidak bisa ditemui di kantornya masing-masing, sebenarnya menciptakan celah baru bagi wartawan. Yaitu celah untuk bisa lebih akrab dengan narasumber, misalnya. Caranya, dengan mengunjungi kediaman sang pejabat apabila sang wartawan tahu alamat pejabat bersangkutan. Tapi, lagi-lagi ada kendala yang membuat cara ini tidak bisa dilakukan. Yaitu apabila pejabat terkait melakukan liburan di akhir pekan, dengan bepergian keluar kota. Sebagaimana di Bontang, banyak pejabat dan juga orang-orang kaya yang menghabiskan akhir pekan mereka di ibukota, Samarinda. Untuk sebagian orang, selain berlibur, mereka juga mengunjungi atau pulang ke kediaman asli mereka disana. Maklum, di Bontang ini minim hiburan. Dan biasanya, mereka sulit diganggu pada saat menikmati liburan. Ya nasib bagi wartawan.
Yeah, hari-hari tersebut memang sulit bagiku sebagai wartawan. Karena itu, sebagai wartawan utama, aku sangat bersyukur bila bisa mendapatkan berita berat untuk hari-hari tersebut. Bahkan aku selalu berharap terjadi hal-hal yang menggemparkan, seperti kecelakaan lalu lintas atau kebakaran pada hari-hari tersebut. Mengingat aku tidak sebegitu cerdas untuk mendapatkan berita-berita stok pada hari-hari tersebut. Yang menurutku, hari-hari tersebut merupakan hari lain untuk mencari berita. (luk)
Nah, hari-hari inilah yang biasanya menjadi hari sulit bagi para wartawan untuk mencari berita. Terutama bagi para wartawan halaman utama, mengingat instansi pemerintahan tutup dan para pejabat terkait sulit untuk ditemui pada hari-hari itu. Yeah, hari libur bagi pihak lain merupakan hari sial untuk para kuli tinta. Sulit untuk bisa mencari berita-berita keras dan menjual pada hari-hari itu. Beruntung di masa kini, wartawan cukup terbantu dengan keberadaan telepon seluler. Sehingga untuk konfirmasi berita, tinggal menelepon pejabat yang bersangkutan. Namun tetap saja, cara wawancara seperti ini tidak efektif. Lantaran, bisa saja ada data yang dibutuhkan wartawan, namun data tersebut ada di kantor instansi terkait. Selain itu, sebisa mungkin wartawan menghindari cara wawancara seperti itu.
Meski begitu, beberapa wartawan cerdas memiliki strategi khusus agar dapat mengamankan stok berita untuk hari Minggu dan Senin. Terutama hari Senin, mengingat berita untuk terbit hari Senin merupakan berita-berita yang harus memiliki nilai jual tinggi, karena menjadi hari pertama pada hari kerja. Biasanya wartawan halaman utama memanfaatkan hari kerja sebelum dua hari itu tiba untuk bisa mendapatkan banyak berita. Biasanya dari satu narasumber yang ditemui, seorang wartawan bisa menanyakan lebih dari satu isu, tentunya yang merupakan kewenangan narasumber tersebut.
Sayangnya, tidak semua isu tersebut bisa ditunda untuk terbit Minggu atau Senin. Terutama untuk koran-koran daerah. Sebuah isu atau berita tertentu juga memiliki nilai kedaluarsa yang harus segera diterbitkan untuk dapat diketahui publik. Karena kalau tidak, berita tersebut akan menjadi basi dan tidak layak terbit. Terutama pada berita-berita kasus atau berita-berita yang terkait pada peristiwa-peristiwa penting. Sementara untuk berita-berita yang memiliki ketahanan waktu cukup lama, biasanya berita ringan yang fleksibel dan dibutuhkan kapan saja.
Well, sebagai wartawan koran daerah, dua hari tersebut merupakan dua hari yang tidak kusukai untuk mencari berita atau liputan. Sebentar, maksudku tiga hari, ditambah dengan hari Jumat. Ini dikarenakan pada hari Jumat, instansi pemerintahan hanya buka setengah hari, tutup menjelang Salat Jumat. Waktu yang terbatas di hari Jumat yang terpotong Salat Jumat membuat mencari berita terkait instansi cukup sulit pada hari itu. Apalagi, di kantorku selepas Salat Jumat dilakukan rapat lintas divisi, yang tentunya sangat menyita waktu bagi wartawan. Inilah yang lantas membuatku memilihnya menjadi hari libur, saat redaksi memberikan opsi hari libur. Walaupun, aku masih harus tetap menghadiri rapat.
Karena itu, solusi lainnya dari mencari berita di hari-hari yang krusial tersebut yaitu dengan memanfaatkan isu warga. Maksudnya, wartawan turun langsung untuk mencari permasalahan warga. Ini ideal dilakukan, mengingat warga bisa ditemui walaupun hari libur di kediaman masing-masing. Tapi, mencari isu seperti ini cukup susah. Karena, tidak setiap hari ada masalah di lingkungan warga, dan tidak selamanya warga ingin berbicara. Apalagi sebagian besar masyarakat di kotaku saat ini, Bontang, masih menganggap tabu untuk berbicara di media massa.
Dengan kendala seperti itu, mayoritas liputanku pada hari-hari krusial tersebut lantas hanya mengandalkan wawancara via telepon, mengandalkan oral statement. Tapi itu bukan berarti menyelesaikan masalah berita di hari-hari libur tersebut. Karena ada kendala-kendala lain yang kemudian muncul. Salah satunya, tidak selamanya telepon kita diangkat oleh narasumber. Tidak selamanya pula pesan singkat kita dibalas oleh narasumber. Apalagi bagi narasumber yang anti pada media atau nomor-nomor yang tidak dikenal. Membuat wartawan tentunya harus berpikir keras demi suara ketikan tetap terdengar di ruang redaksi.
Mengantisipasi hal ini, biasanya mudah apabila berita yang ditulis merupakan berita yang sifatnya running. Atau, berita yang berupa kelanjutan dari berita yang telah ada sebelumnya, bisa dibilang perkembangan berita sebelumnya. Biasanya pada berita-berita kasus, seperti berita indikasi daging babi pada bakso yang beberapa waktu ini sempat panas di kotaku. Tapi sekali lagi, tidak semua berita bisa di-running. Kecuali, ada statement yang disimpan oleh wartawan untuk ditampilkan pada lanjutan beritanya, keesokan harinya. Masalahnya kalau berita tersebut sudah selesai dibahas dan dikupas tuntas semuanya, ya habislah wartawan itu kalau tidak cerdas.
Well, liburnya para pejabat atau narasumber pada hari-hari tersebut, sehingga tidak bisa ditemui di kantornya masing-masing, sebenarnya menciptakan celah baru bagi wartawan. Yaitu celah untuk bisa lebih akrab dengan narasumber, misalnya. Caranya, dengan mengunjungi kediaman sang pejabat apabila sang wartawan tahu alamat pejabat bersangkutan. Tapi, lagi-lagi ada kendala yang membuat cara ini tidak bisa dilakukan. Yaitu apabila pejabat terkait melakukan liburan di akhir pekan, dengan bepergian keluar kota. Sebagaimana di Bontang, banyak pejabat dan juga orang-orang kaya yang menghabiskan akhir pekan mereka di ibukota, Samarinda. Untuk sebagian orang, selain berlibur, mereka juga mengunjungi atau pulang ke kediaman asli mereka disana. Maklum, di Bontang ini minim hiburan. Dan biasanya, mereka sulit diganggu pada saat menikmati liburan. Ya nasib bagi wartawan.
Yeah, hari-hari tersebut memang sulit bagiku sebagai wartawan. Karena itu, sebagai wartawan utama, aku sangat bersyukur bila bisa mendapatkan berita berat untuk hari-hari tersebut. Bahkan aku selalu berharap terjadi hal-hal yang menggemparkan, seperti kecelakaan lalu lintas atau kebakaran pada hari-hari tersebut. Mengingat aku tidak sebegitu cerdas untuk mendapatkan berita-berita stok pada hari-hari tersebut. Yang menurutku, hari-hari tersebut merupakan hari lain untuk mencari berita. (luk)