Catatan ini dimuat di halaman 1 Bontang Post edisi Selasa, 11 Februari 2014.
PELECEHAN seksual terhadap perempuan dan anak-anak semakin marak terjadi. Bukan hanya di Indonesia secara umum, melainkan juga di Kota Taman. Berdasarkan data yang dihimpun dari analisis dan evaluasi (anev) Polres Bontang, dalam media 2012 hingga 2013, kejahatan terhadap kaum hawa mengalami peningkatan signifikan, dari 37 kasus menjadi 40 kasus. Salah satu penyumbang data tersebut berasal dari pelecehan seksual terhadap gadis di bawah umur. Pada 2012 tercatat 13 kasus, yang meningkat menjadi 18 kasus di 2013. Tentunya, peningkatan kasus ini perlu mendapatkan perhatian dari banyak pihak, khususnya kaum perempuan itu sendiri.
Terjadinya pelecehan seksual disebabkan banyak sebab. Mulai dari akses materi-materi berbau pornografi secara terus-menerus oleh pelaku, hasrat seksual yang tidak tersalurkan secara benar, rangsangan yang diberikan korban, hingga kesempatan yang muncul untuk melakukan pelecehan. Untuk penyebab terakhir, mungkin kita sering mendengarnya dari Bang Napi, maskot salah satu tayangan berita kriminal pada salah satu stasiun televisi swasta. “Ingat, kejahatan bisa terjadi bukan hanya karena ada niat, tapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah, wasapadalah.”
Pelecehan seksual yang terjadi karena faktor kesengajaan pelaku dengan memanfaatkan kesempatan seolah sudah biasa kita dengar. Pun, seolah sah bagi kita selaku masyarakat awam menghakimi sang pelaku dengan ucapan-ucapan seperti bejat, biadab, dan lain sebagainya. Tapi, bagaimana bila terjadinya pelecehan seksual terjadi karena justru karena korban sendiri yang memberi kesempatan, misalnya dengan mendatangi pelaku?
Menurut saya, hal ini menarik untuk diulas. Pasalnya, dari beberapa berita pelecehan seksual yang saya baca beberapa waktu terakhir ini, kronologis kejadian bermula dari korban yang mendatangi pelaku. Hubungan mereka kebanyakan sebagai kekasih, entah itu kenal secara langsung di dunia nyata atau kenal di dunia maya melalui jejaring sosial Facebook dan sebagainya. Mereka membuat janji untuk bertemu di suatu tempat (bisa juga rumah yang sepi) seorang diri, atau dijemput pelaku (atau juga teman pelaku). Nahas, dari berita yang saya baca, mereka lantas mendapatkan pelecehan seksual, diperkosa, bahkan ada yang diperkosa bergilir oleh pelaku beserta teman-temannya. Kalau sudah seperti ini, lantas siapa yang salah?
Dalam kebanyakan kasus seperti ini, biasanya yang disalahkan si pelaku. Ya, pelaku memang salah, tapi kejadian itu tidak akan terjadi bila korban tidak mendatangi pelaku di tempat yang sepi seorang diri. Ah, tapi itu kan takdir, ibarat kecelakan, siapa juga yang tahu bakal terjadi kejadian nahas seperti itu. Eits, tunggu dulu. Laki-laki memiliki nafsu yang dapat terangsang sewaktu-waktu.
Jangankan mereka yang terbiasa menerima materi-materi pornografi, mereka yang rajin beribadah pun masih dapat terangsang bila berduaan dengan perempuan. Apalagi bila perempuan tersebut cantik dan berpakaian minim seakan pakaian yang dikenakan kekurangan bahan. Di sinilah berlaku slogan popular, “bila laki-laki dan perempuan berduaan, maka yang ketiga adalah setan”. Iman pun menjadi penentu terakhir apakah setan dapat terlibat lebih dalam. Tapi kalau laki-lakinya saja dalam pengaruh minuman keras, apalagi jumlah laki-lakinya banyak, iman itu cuma sehela napas, hilang begitu saja. Kalau sudah begitu, ya jangan ditanya. Keperawanan yang mestinya dipersembahkan kepada suami pun mesti terbuang sia-sia. Apalagi yang mesti dibanggakan di malam pertama?
Ini menjadi pekerjaan rumah serius bagi para orangtua agar dapat lebih memperhatikan anak-anak mereka, khususnya anak perempuan. Anak laki-laki juga mesti diperhatikan, apakah mereka sudah kecanduan materi pornografi atau belum. Orang tua mesti lebih ketat dalam pemberian izin anak-anaknya bermain bersama teman. Orang tua juga mesti lebih ketat dalam pemberian akses-akses teknologi, misalnya internet atau ponsel pintar berkamera kepada anak-anak. Selain itu, orang tua harus mampu menanamkan nilai-nilai kesusilaan dan agama kepada anak-anak mereka. Tapi tentunya, hal-hal tersebut harus dilakukan dengan cara yang tepat dan pendekatan dari hati ke hati. Bukan sekadar larangan atau ancaman, yang terkadang justru menjerumuskan sang anak.
Tak bisa dimungkiri memang, kemajuan teknologi turut menyumbang tingkat kenakalan remaja dan pelecehan seksual. Berkembangnya internet membuat para remaja bahkan anak-anak sekolah dasar dapat dengan mudah mengakses materi-materi dengan unsur ketelanjangan. Keberadaan jejaring sosial membuat remaja dapat berkenalan dengan siapapun darimanapun, yang bisa saja memiliki niat buruk. Bukannya berburuk sangka, hal ini sudah terbukti dengan maraknya penculikan yang berakhir hilangnya keperawanan dari perkenalan dunia maya. Di zaman sekarang memang harus lebih berhati-hati dalam bergaul.
Nyatanya, di masa sekarang, dari sekadar pengamatan kasar, banyak orang tua yang memberikan berbagai gadget canggih yang semestinya belum dibutuhkan anak-anak mereka. Misalnya ponsel pintar berkamera, yang kemudian disalahgunakan untuk merekam adegan-adegan tak senonoh, yang lantas menyebar di dunia maya dan membuat malu keluarga. Ada juga orang tua yang memberikan kebebasan kepada anak mereka untuk mengakses internet, baik melalui akses rumahan maupun warung internet. Tanpa pendampingan, anak-anak yang masih polos dapat mengakses materi apapun sesuai rasa ingin tahunya yang besar. Hal ini bisa berdampak pada perilaku anak di masa akan datang.
Fenomena pergaulan remaja dewasa ini pun patut mendapat perhatian orang tua. Derasnya arus informasi membuat anak-anak remaja atau anak sekolah dasar sekalipun sudah mengenal praktik pacaran. Aktivitas berdua-duaan, berpegangan tangan, hingga berciuman tak terelakkan terjadi. Akibatnya, seks bebas dapat terjadi akibat ketidaktahuan para remaja tentang betapa sucinya hubungan antar dua jenis kelamin yang hanya boleh dilakukan dalam koridor pernikahan tersebut. Perempuan pun bisa dengan mudah menyerahkan mahkotanya dengan dalih bukti cinta. Seolah mereka memang rela dan menyediakan diri untuk dilecehkan. Lalu, bila tamu bulanan tak kunjung datang, barulah perempuan menyesal. Praktik aborsi bukan tidak mungkin terjadi, dan masa depan cerah segera berganti suram. Na’udzubillah mindzalik.
Lalu, apa yang mesti dilakukan? Jawabannya sederhana, jangan memberikan umpan pada “macan”. Yang penting kita telah berusaha menghindari marabahaya. Bagi kaum perempuan, sudah selayaknya menghindari penggunaan pakaian-pakaian seksi apalagi yang mengumbar aurat. Jangan langsung percaya pada orang yang baru kita kenal, terutama dalam perkenalan di dunia maya. Bagi laki-laki, sudah selayaknya mengisi waktu dengan kegiatan-kegiatan positif yang bermanfaat, hindari materi-materi pornografi yang dapat mengundang syahwat. Hindari pula berdua-duaan bagi yang bukan muhrim, karena setan bisa ikut campur di dalamnya. Itu cuma segelintir tips yang bisa diaplikasikan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Ada banyak lagi yang bisa dilakukan. Paling tidak, kita sudah berusaha sebisa mungkin menghindari bahaya. Jangan sampai kita membangunkan “macan-macan” yang bisa menghancurkan masa depan. ([email protected])
PELECEHAN seksual terhadap perempuan dan anak-anak semakin marak terjadi. Bukan hanya di Indonesia secara umum, melainkan juga di Kota Taman. Berdasarkan data yang dihimpun dari analisis dan evaluasi (anev) Polres Bontang, dalam media 2012 hingga 2013, kejahatan terhadap kaum hawa mengalami peningkatan signifikan, dari 37 kasus menjadi 40 kasus. Salah satu penyumbang data tersebut berasal dari pelecehan seksual terhadap gadis di bawah umur. Pada 2012 tercatat 13 kasus, yang meningkat menjadi 18 kasus di 2013. Tentunya, peningkatan kasus ini perlu mendapatkan perhatian dari banyak pihak, khususnya kaum perempuan itu sendiri.
Terjadinya pelecehan seksual disebabkan banyak sebab. Mulai dari akses materi-materi berbau pornografi secara terus-menerus oleh pelaku, hasrat seksual yang tidak tersalurkan secara benar, rangsangan yang diberikan korban, hingga kesempatan yang muncul untuk melakukan pelecehan. Untuk penyebab terakhir, mungkin kita sering mendengarnya dari Bang Napi, maskot salah satu tayangan berita kriminal pada salah satu stasiun televisi swasta. “Ingat, kejahatan bisa terjadi bukan hanya karena ada niat, tapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah, wasapadalah.”
Pelecehan seksual yang terjadi karena faktor kesengajaan pelaku dengan memanfaatkan kesempatan seolah sudah biasa kita dengar. Pun, seolah sah bagi kita selaku masyarakat awam menghakimi sang pelaku dengan ucapan-ucapan seperti bejat, biadab, dan lain sebagainya. Tapi, bagaimana bila terjadinya pelecehan seksual terjadi karena justru karena korban sendiri yang memberi kesempatan, misalnya dengan mendatangi pelaku?
Menurut saya, hal ini menarik untuk diulas. Pasalnya, dari beberapa berita pelecehan seksual yang saya baca beberapa waktu terakhir ini, kronologis kejadian bermula dari korban yang mendatangi pelaku. Hubungan mereka kebanyakan sebagai kekasih, entah itu kenal secara langsung di dunia nyata atau kenal di dunia maya melalui jejaring sosial Facebook dan sebagainya. Mereka membuat janji untuk bertemu di suatu tempat (bisa juga rumah yang sepi) seorang diri, atau dijemput pelaku (atau juga teman pelaku). Nahas, dari berita yang saya baca, mereka lantas mendapatkan pelecehan seksual, diperkosa, bahkan ada yang diperkosa bergilir oleh pelaku beserta teman-temannya. Kalau sudah seperti ini, lantas siapa yang salah?
Dalam kebanyakan kasus seperti ini, biasanya yang disalahkan si pelaku. Ya, pelaku memang salah, tapi kejadian itu tidak akan terjadi bila korban tidak mendatangi pelaku di tempat yang sepi seorang diri. Ah, tapi itu kan takdir, ibarat kecelakan, siapa juga yang tahu bakal terjadi kejadian nahas seperti itu. Eits, tunggu dulu. Laki-laki memiliki nafsu yang dapat terangsang sewaktu-waktu.
Jangankan mereka yang terbiasa menerima materi-materi pornografi, mereka yang rajin beribadah pun masih dapat terangsang bila berduaan dengan perempuan. Apalagi bila perempuan tersebut cantik dan berpakaian minim seakan pakaian yang dikenakan kekurangan bahan. Di sinilah berlaku slogan popular, “bila laki-laki dan perempuan berduaan, maka yang ketiga adalah setan”. Iman pun menjadi penentu terakhir apakah setan dapat terlibat lebih dalam. Tapi kalau laki-lakinya saja dalam pengaruh minuman keras, apalagi jumlah laki-lakinya banyak, iman itu cuma sehela napas, hilang begitu saja. Kalau sudah begitu, ya jangan ditanya. Keperawanan yang mestinya dipersembahkan kepada suami pun mesti terbuang sia-sia. Apalagi yang mesti dibanggakan di malam pertama?
Ini menjadi pekerjaan rumah serius bagi para orangtua agar dapat lebih memperhatikan anak-anak mereka, khususnya anak perempuan. Anak laki-laki juga mesti diperhatikan, apakah mereka sudah kecanduan materi pornografi atau belum. Orang tua mesti lebih ketat dalam pemberian izin anak-anaknya bermain bersama teman. Orang tua juga mesti lebih ketat dalam pemberian akses-akses teknologi, misalnya internet atau ponsel pintar berkamera kepada anak-anak. Selain itu, orang tua harus mampu menanamkan nilai-nilai kesusilaan dan agama kepada anak-anak mereka. Tapi tentunya, hal-hal tersebut harus dilakukan dengan cara yang tepat dan pendekatan dari hati ke hati. Bukan sekadar larangan atau ancaman, yang terkadang justru menjerumuskan sang anak.
Tak bisa dimungkiri memang, kemajuan teknologi turut menyumbang tingkat kenakalan remaja dan pelecehan seksual. Berkembangnya internet membuat para remaja bahkan anak-anak sekolah dasar dapat dengan mudah mengakses materi-materi dengan unsur ketelanjangan. Keberadaan jejaring sosial membuat remaja dapat berkenalan dengan siapapun darimanapun, yang bisa saja memiliki niat buruk. Bukannya berburuk sangka, hal ini sudah terbukti dengan maraknya penculikan yang berakhir hilangnya keperawanan dari perkenalan dunia maya. Di zaman sekarang memang harus lebih berhati-hati dalam bergaul.
Nyatanya, di masa sekarang, dari sekadar pengamatan kasar, banyak orang tua yang memberikan berbagai gadget canggih yang semestinya belum dibutuhkan anak-anak mereka. Misalnya ponsel pintar berkamera, yang kemudian disalahgunakan untuk merekam adegan-adegan tak senonoh, yang lantas menyebar di dunia maya dan membuat malu keluarga. Ada juga orang tua yang memberikan kebebasan kepada anak mereka untuk mengakses internet, baik melalui akses rumahan maupun warung internet. Tanpa pendampingan, anak-anak yang masih polos dapat mengakses materi apapun sesuai rasa ingin tahunya yang besar. Hal ini bisa berdampak pada perilaku anak di masa akan datang.
Fenomena pergaulan remaja dewasa ini pun patut mendapat perhatian orang tua. Derasnya arus informasi membuat anak-anak remaja atau anak sekolah dasar sekalipun sudah mengenal praktik pacaran. Aktivitas berdua-duaan, berpegangan tangan, hingga berciuman tak terelakkan terjadi. Akibatnya, seks bebas dapat terjadi akibat ketidaktahuan para remaja tentang betapa sucinya hubungan antar dua jenis kelamin yang hanya boleh dilakukan dalam koridor pernikahan tersebut. Perempuan pun bisa dengan mudah menyerahkan mahkotanya dengan dalih bukti cinta. Seolah mereka memang rela dan menyediakan diri untuk dilecehkan. Lalu, bila tamu bulanan tak kunjung datang, barulah perempuan menyesal. Praktik aborsi bukan tidak mungkin terjadi, dan masa depan cerah segera berganti suram. Na’udzubillah mindzalik.
Lalu, apa yang mesti dilakukan? Jawabannya sederhana, jangan memberikan umpan pada “macan”. Yang penting kita telah berusaha menghindari marabahaya. Bagi kaum perempuan, sudah selayaknya menghindari penggunaan pakaian-pakaian seksi apalagi yang mengumbar aurat. Jangan langsung percaya pada orang yang baru kita kenal, terutama dalam perkenalan di dunia maya. Bagi laki-laki, sudah selayaknya mengisi waktu dengan kegiatan-kegiatan positif yang bermanfaat, hindari materi-materi pornografi yang dapat mengundang syahwat. Hindari pula berdua-duaan bagi yang bukan muhrim, karena setan bisa ikut campur di dalamnya. Itu cuma segelintir tips yang bisa diaplikasikan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Ada banyak lagi yang bisa dilakukan. Paling tidak, kita sudah berusaha sebisa mungkin menghindari bahaya. Jangan sampai kita membangunkan “macan-macan” yang bisa menghancurkan masa depan. ([email protected])