PERINGATAN!!!
DILARANG KERAS MENYALIN TULISAN INI TANPA SEIZIN PENULIS.
DILARANG KERAS MENYALIN TULISAN INI TANPA SEIZIN PENULIS.
Bagus Subekti, Staf Humas RS Pupuk Kaltim
Halus Tanggapi Keluhan Pasien
Hubungan masyarakat atau Humas adalah penghubung suatu instansi dengan para stakeholder, terutama masyarakat. Hal ini disadari benar Bagus Subekti, staf humas Rumah Sakit Pupuk Kaltim (RS PKT) Bontang. Kapan pun, dia selalu siap menerima keluhan pasien, tengah malam sekalipun.
LUKMAN MAULANA, Bontang
Halus Tanggapi Keluhan Pasien
Hubungan masyarakat atau Humas adalah penghubung suatu instansi dengan para stakeholder, terutama masyarakat. Hal ini disadari benar Bagus Subekti, staf humas Rumah Sakit Pupuk Kaltim (RS PKT) Bontang. Kapan pun, dia selalu siap menerima keluhan pasien, tengah malam sekalipun.
LUKMAN MAULANA, Bontang
Sebagai staf humas rumah sakit, hari-hari Bagus diwarnai aktivitas komunikasi dengan berbagai pihak. Baik dari internal rumah sakit seperti para pegawai rumah sakit, maupun dari eksternal rumah sakit misalnya pasien. Komunikasi tersebut dimulai sejak dia tiba di rumah sakit sekira pukul 07.00 Wita. Segera setelah tiba di rumah sakit, berbagai kesibukan telah menantinya.
“Yang pertama saya lakukan ketika tiba di rumah sakit yaitu mengatur distribusi koran di rumah sakit dan merekapitulasi kuesioner yang diberikan pada pasien,” kata Bagus Subekti saat ditemui di kediamannya, Sabtu (21/12) kemarin.
Sebagai seorang staf humas, berbagai keluhan pasien yang dialamatkan pada rumah sakit sudah menjadi makanan hariannya. Baik keluhan yang disampaikan secara langsung, maupun melalui kuesioner atau SMS. Dalam menerima keluhan-keluhan yang ada, Bagus tak member batasan waktu. Bahkan saat tengah malam sekalipun, dia mesti mengupayakan bisa menjawab telepon keluhan dari pasien.
“Pernah pukul 02.00 Wita saat saya sudah tidur, ada telepon yang ingin mendaftar ke rumah sakit. Saya tetap menerima telepon tersebut dengan baik. Karena kalau diacuhkan, pelanggan bisa lari,” kisahnya.
Setiap keluhan yang diterimanya memang selalu dibalas oleh Bagus. Tak jarang dia menerima keluhan dengan nada yang tidak menyenangkan. Meski begitu, Bagus menjawabnya dengan halus dan tenang setiap keluhan yang ada. Setiap keluhan tersebut langsung ditindaklanjutinya dengan berkoordinasi pihak-pihak terkait. Setelah mendapatkan penjelasan atas keluhan pasien dari rumah sakit, Bagus segera menyampaikan penjelasannya pada pasien yang menyampaikan keluhan.
“Pernah suatu ketika pasien mengeluhkan tidak adanya patugas laboratorium. Lalu saat saya cross check, rupanya petugas bersangkutan sedang berada di UGD karena ada kasus gawat darurat. Segera saya sampaikan permintaan maaf dengan penjelasan yang sebenarnya,” sebut Bagus.
Menurut Bagus, adanya keluhan-keluhan dari pelanggan, dalam hal ini pasien terhadap pelayanan rumah sakit lebih dikarenakan kurangnya komunikasi antara pihak rumah sakit dengan pasien. Karena itu, merupakan tugas humas untuk menjembatani komunikasi tersebut. Dalam hal ini, humas dituntut bergerak aktif. Sehingga, setiap keluhan yang dialamatkan pasien kepada rumah sakit dapat terselesaikan dengan baik. Menurutnya, humas merupakan kepanjangan instansi dan garis terdepan untuk komunikasi dengan para stakeholder.
“Saya belum tenang kalau keluhan pelanggan masih belum terselesaikan. Pengalaman paling berkesan ketika pasien mengucapkan terima kasih atas pelayanan yang diberikan rumah sakit. Rasanya puas bila setiap pasien dapat terlayani dengan baik,” tegasnya.
Dalam menciptakan lingkungan yang nyaman bagi para pasien, Bagus bukan sekadar menunggu keluhan. Dia berusaha sebisa mungkin menciptakan suasana kekeluargaan di antara pasien maupun keluarga pasien dengan pihak rumah sakit. Misalnya, ketika ada salah satu pasien atau keluarga pasien yang tengah duduk-duduk di koridor rumah sakit, Bagus tak segan-segan menyapa mereka dengan ramah.
“Sekadar menanyakan bagaimana keadaan mereka. Bagaimana perkembangan pengobatan yang dilakukan, atau menanyakan tentang keluarga. Bila seperti itu, akan tercipta kedekatan antara pasien dengan rumah sakit,” tutur ayah dua anak ini. (***)
“Yang pertama saya lakukan ketika tiba di rumah sakit yaitu mengatur distribusi koran di rumah sakit dan merekapitulasi kuesioner yang diberikan pada pasien,” kata Bagus Subekti saat ditemui di kediamannya, Sabtu (21/12) kemarin.
Sebagai seorang staf humas, berbagai keluhan pasien yang dialamatkan pada rumah sakit sudah menjadi makanan hariannya. Baik keluhan yang disampaikan secara langsung, maupun melalui kuesioner atau SMS. Dalam menerima keluhan-keluhan yang ada, Bagus tak member batasan waktu. Bahkan saat tengah malam sekalipun, dia mesti mengupayakan bisa menjawab telepon keluhan dari pasien.
“Pernah pukul 02.00 Wita saat saya sudah tidur, ada telepon yang ingin mendaftar ke rumah sakit. Saya tetap menerima telepon tersebut dengan baik. Karena kalau diacuhkan, pelanggan bisa lari,” kisahnya.
Setiap keluhan yang diterimanya memang selalu dibalas oleh Bagus. Tak jarang dia menerima keluhan dengan nada yang tidak menyenangkan. Meski begitu, Bagus menjawabnya dengan halus dan tenang setiap keluhan yang ada. Setiap keluhan tersebut langsung ditindaklanjutinya dengan berkoordinasi pihak-pihak terkait. Setelah mendapatkan penjelasan atas keluhan pasien dari rumah sakit, Bagus segera menyampaikan penjelasannya pada pasien yang menyampaikan keluhan.
“Pernah suatu ketika pasien mengeluhkan tidak adanya patugas laboratorium. Lalu saat saya cross check, rupanya petugas bersangkutan sedang berada di UGD karena ada kasus gawat darurat. Segera saya sampaikan permintaan maaf dengan penjelasan yang sebenarnya,” sebut Bagus.
Menurut Bagus, adanya keluhan-keluhan dari pelanggan, dalam hal ini pasien terhadap pelayanan rumah sakit lebih dikarenakan kurangnya komunikasi antara pihak rumah sakit dengan pasien. Karena itu, merupakan tugas humas untuk menjembatani komunikasi tersebut. Dalam hal ini, humas dituntut bergerak aktif. Sehingga, setiap keluhan yang dialamatkan pasien kepada rumah sakit dapat terselesaikan dengan baik. Menurutnya, humas merupakan kepanjangan instansi dan garis terdepan untuk komunikasi dengan para stakeholder.
“Saya belum tenang kalau keluhan pelanggan masih belum terselesaikan. Pengalaman paling berkesan ketika pasien mengucapkan terima kasih atas pelayanan yang diberikan rumah sakit. Rasanya puas bila setiap pasien dapat terlayani dengan baik,” tegasnya.
Dalam menciptakan lingkungan yang nyaman bagi para pasien, Bagus bukan sekadar menunggu keluhan. Dia berusaha sebisa mungkin menciptakan suasana kekeluargaan di antara pasien maupun keluarga pasien dengan pihak rumah sakit. Misalnya, ketika ada salah satu pasien atau keluarga pasien yang tengah duduk-duduk di koridor rumah sakit, Bagus tak segan-segan menyapa mereka dengan ramah.
“Sekadar menanyakan bagaimana keadaan mereka. Bagaimana perkembangan pengobatan yang dilakukan, atau menanyakan tentang keluarga. Bila seperti itu, akan tercipta kedekatan antara pasien dengan rumah sakit,” tutur ayah dua anak ini. (***)
Sempat Bingung Pakai Komputer
BAGUS tidak serta merta memulai kariernya sebagai staf humas di RS PKT. Saat pertama kali bergabung di RS PKT pada 1993, dia bekerja pada bagian rekam medik. Posisinya kemudian berpindah ke bagian pendaftaran pasien. Saat ditempatkan di bagian pendaftaran, dia kerap bertemu banyak orang. Dari situ dia mengenal beragam karakter manusia.
Lantas pada 2010, direktur rumah sakit memindahkannya ke bagian humas yang kala itu sedang mengalami kekosongan karena staf sebelumnya pindah kerja. Saat itulah, dunia baru Bagus di RS PKT dimulai. Awalnya, dia kira menjadi humas sekadar melakukan penyiaran kepada para pasien di rumah sakit. Namun ternyata, ada banyak hal yang mesti dilakukannya.
“Di antaranya yaitu mengelola angket atau kuesioner yang selalu diberikan pada pasien yang akan meninggalkan rumah sakit. Saat itu saya tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan kuesioner tersebut. Sementara dari direksi sudah meminta kuesioner segera diserahkan,” kisah Bagus.
Bahkan, pria kelahiran Kotagede 49 tahun lalu ini sempat down dan ingin kembali pada posisi lamanya. Hal ini dikarenakan sebagai staf humas, dia mesti menguasai komputer. Sementara sama sekali belum paham bagaimana cara mengoperasikan komputer. Untungnya, rekannya di humas mengajarinya bagaimana mengoperasikan komputer untuk keperluan-keperluan humas. Bagus pun mulai belajar perlahan.
“Saya sempat bingung ketika berhadapan dengan komputer. Saya menyesal kenapa dulu tidak belajar komputer. Perlahan-lahan saya belajar komputer untuk kebutuhan pekerjaan saya. Direktur waktu itu bahkan meminta saya untuk belajar Power Point,” ujarnya.
Selain menjadi staf humas, suami dari Murtiningsih ini juga berprofesi sebagai tukang jagal binatang ternak. Profesinya ini dilakoninya di luar jam kerja sehingga tidak mengganggu pekerjaan utamanya sebagai humas RS PKT. Biasanya, bila ada permintaan pemotongan ternak, Bagus melakukannya senja selepas pulang dari RS PKT sekira pukul 16.00 Wita. Terkadang, dia pulang ke rumah selepas Maghrib atau Isya.
“Pekerjaan sebagai jagal tidak mengganggu pekerjaan saya di rumah sakit. Karena saya melakukannya di luar jam kerja dan juga di akhir pekan,” kata Bagus yang mulai menjadi jagal sejak duduk di bangku SMP. Tak hanya menjadi jagal, kegiatan lain yang dilakukan Bagus yaitu memberikan pelatihan fardu kifayah penyelenggaraan jenazah pada masyarakat.
Dikatakannya, apa yang dilakukannya melalui berbagai profesinya tersebut bukan lain sebagai upaya untuk berbuat kebaikan pada orang lain. Karena prinsip hidupnya yaitu berusaha sebisa mungkin berbuat kebaikan pada orang lain. Selama dia mampu, dia tak segan membantu orang lain melalui sumbangan yang bisa diberikannya. Sumbangan tersebut bukan melulu berupa uang, melainkan bisa juga berupa tenaga bahkan senyum.
“Bisa dibilang saya orangnya mudah tersentuh bila melihat orang lain menderita. Saya akan berusaha sebisa mungkin membantu orang tersebut. Karena saya selalu menjadikan penderitaan mereka sebagai cermin, dan membayangkan bila saya berada dalam posisi mereka,” bebernya. (luk)
BAGUS tidak serta merta memulai kariernya sebagai staf humas di RS PKT. Saat pertama kali bergabung di RS PKT pada 1993, dia bekerja pada bagian rekam medik. Posisinya kemudian berpindah ke bagian pendaftaran pasien. Saat ditempatkan di bagian pendaftaran, dia kerap bertemu banyak orang. Dari situ dia mengenal beragam karakter manusia.
Lantas pada 2010, direktur rumah sakit memindahkannya ke bagian humas yang kala itu sedang mengalami kekosongan karena staf sebelumnya pindah kerja. Saat itulah, dunia baru Bagus di RS PKT dimulai. Awalnya, dia kira menjadi humas sekadar melakukan penyiaran kepada para pasien di rumah sakit. Namun ternyata, ada banyak hal yang mesti dilakukannya.
“Di antaranya yaitu mengelola angket atau kuesioner yang selalu diberikan pada pasien yang akan meninggalkan rumah sakit. Saat itu saya tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan kuesioner tersebut. Sementara dari direksi sudah meminta kuesioner segera diserahkan,” kisah Bagus.
Bahkan, pria kelahiran Kotagede 49 tahun lalu ini sempat down dan ingin kembali pada posisi lamanya. Hal ini dikarenakan sebagai staf humas, dia mesti menguasai komputer. Sementara sama sekali belum paham bagaimana cara mengoperasikan komputer. Untungnya, rekannya di humas mengajarinya bagaimana mengoperasikan komputer untuk keperluan-keperluan humas. Bagus pun mulai belajar perlahan.
“Saya sempat bingung ketika berhadapan dengan komputer. Saya menyesal kenapa dulu tidak belajar komputer. Perlahan-lahan saya belajar komputer untuk kebutuhan pekerjaan saya. Direktur waktu itu bahkan meminta saya untuk belajar Power Point,” ujarnya.
Selain menjadi staf humas, suami dari Murtiningsih ini juga berprofesi sebagai tukang jagal binatang ternak. Profesinya ini dilakoninya di luar jam kerja sehingga tidak mengganggu pekerjaan utamanya sebagai humas RS PKT. Biasanya, bila ada permintaan pemotongan ternak, Bagus melakukannya senja selepas pulang dari RS PKT sekira pukul 16.00 Wita. Terkadang, dia pulang ke rumah selepas Maghrib atau Isya.
“Pekerjaan sebagai jagal tidak mengganggu pekerjaan saya di rumah sakit. Karena saya melakukannya di luar jam kerja dan juga di akhir pekan,” kata Bagus yang mulai menjadi jagal sejak duduk di bangku SMP. Tak hanya menjadi jagal, kegiatan lain yang dilakukan Bagus yaitu memberikan pelatihan fardu kifayah penyelenggaraan jenazah pada masyarakat.
Dikatakannya, apa yang dilakukannya melalui berbagai profesinya tersebut bukan lain sebagai upaya untuk berbuat kebaikan pada orang lain. Karena prinsip hidupnya yaitu berusaha sebisa mungkin berbuat kebaikan pada orang lain. Selama dia mampu, dia tak segan membantu orang lain melalui sumbangan yang bisa diberikannya. Sumbangan tersebut bukan melulu berupa uang, melainkan bisa juga berupa tenaga bahkan senyum.
“Bisa dibilang saya orangnya mudah tersentuh bila melihat orang lain menderita. Saya akan berusaha sebisa mungkin membantu orang tersebut. Karena saya selalu menjadikan penderitaan mereka sebagai cermin, dan membayangkan bila saya berada dalam posisi mereka,” bebernya. (luk)
Ajak Keluarga Naik Onthel
BERAGAM aktivitas yang digeluti, tentunya membuat Bagus perlu melakukan refreshing untuk menghilangkan kepenatan yang ada. Dalam hal ini, menunggangi sepeda onthel menjadi pilihannya. Kegemarannya mengendarai dan mengoleksi sepeda tempo dulu tersebut muncul sejak 2008, ketika dia melihat konvoi para pengendara onthel.
“Saat itu saya melihat para pengendara onthel tengah konvoi di jalan. Kelihatannya menyenangkan mengendarai sepeda onthel, saya pun tertarik,” kenang Bagus.
Alhasil, dia pun meminjam sepeda onthel sang kakak sebagai onthel pertamanya yang digunakannya. Berikutnya, dia mulai mengoleksi sepeda onthel dan bergabung dengan komunitas sepeda onthel, Bontang Onthel Community (BOC). Pada komunitas ini, dia bertemu dengan sesama pencinta onthel dan saling berbagi kisah mengenai onthel.
Awalnya, kegemaran Bagus pada sepeda onthel sempat tidak mendapat dukungan dari sang istri, Murtiningsih. Karena, untuk bisa mengoleksi onthel membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun lambat laun sikap sang istri melunak dan bahkan kini ikut menggemari sepeda onthel.
“Istri saya bahkan terbilang anggota perempuan pertama di BOC. Setiap minggu, selalu ikut saya berkeliling Bontang dengan onthel,” kisahnya.
Kegiatan mengayuh onthel rutin dilakukan Bagus bersama istri setiap Minggu. Dia berangkat dari kediamannya di Gang Nuri, RT 44 Belimbing menuju arena Car Free Day (CFD) di Jalan MH Thamrin, sekira pukul 06.00 Wita. Setelah mengikuti senam pagi, Bahgus melanjutkan perjalanannya mengayuh onthel bersama istri berkeliling Bontang. Dia tidak melakoni rutinitasnya tersebut hanya bila hujan deras atau ada pekerjaan jagal.
“Bersepeda onthel sudah menjadi olahraga tersendiri bagi saya. Apalagi menurut dokter saraf, olahraga ini cocok untuk kesehatan saya,” tuturnya.
Sementara untuk koleksi sepeda onthel, saat ini Bagus sudah memiliki lima buah sepeda yang memiliki kisahnya masing-masing. Kelima sepeda ini secara rutin dirawat Bagus di akhir pekan apabila dia sedang senggang. Di antara kelima koleksinya, terdapat satu koleksi yang paling mahal, yang didapatkannya dengan harga Rp 5 juta.
Selain gemar mengayuh dan mengoleksi onthel, Bagus juga gemar mengumpulkan informasi mengenai sepeda onthel. Dia memiliki buku khusus yang berisi kliping berita-berita tentang komunitas onthel. Dia juga gemar berselancar di dunia maya, mencari informasi tentang sepeda onthel. Di antara informasi yang didapatkannya yaitu cerita-cerita menarik dan menginspirasi tentang sepeda onthel.
“Rupanya banyak penggemar sepeda onthel yang memiliki cerita-cerita unik di balik sepeda mereka,” kata Bagus.
Dia menjabarkan, ada kepuasan tersendiri dalam kegemarannya dengan sepeda onthel. Salah satunya, dia dapat mengenang sejarah di masa lampau. Salah satu bagian yang disukainya saat mengayuh onthel yaitu ketika membunyikan bel sepeda onthel. Saat itu, banyak orang yang langsung menoleh dan melihat ke arahnya. (luk)
BERAGAM aktivitas yang digeluti, tentunya membuat Bagus perlu melakukan refreshing untuk menghilangkan kepenatan yang ada. Dalam hal ini, menunggangi sepeda onthel menjadi pilihannya. Kegemarannya mengendarai dan mengoleksi sepeda tempo dulu tersebut muncul sejak 2008, ketika dia melihat konvoi para pengendara onthel.
“Saat itu saya melihat para pengendara onthel tengah konvoi di jalan. Kelihatannya menyenangkan mengendarai sepeda onthel, saya pun tertarik,” kenang Bagus.
Alhasil, dia pun meminjam sepeda onthel sang kakak sebagai onthel pertamanya yang digunakannya. Berikutnya, dia mulai mengoleksi sepeda onthel dan bergabung dengan komunitas sepeda onthel, Bontang Onthel Community (BOC). Pada komunitas ini, dia bertemu dengan sesama pencinta onthel dan saling berbagi kisah mengenai onthel.
Awalnya, kegemaran Bagus pada sepeda onthel sempat tidak mendapat dukungan dari sang istri, Murtiningsih. Karena, untuk bisa mengoleksi onthel membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun lambat laun sikap sang istri melunak dan bahkan kini ikut menggemari sepeda onthel.
“Istri saya bahkan terbilang anggota perempuan pertama di BOC. Setiap minggu, selalu ikut saya berkeliling Bontang dengan onthel,” kisahnya.
Kegiatan mengayuh onthel rutin dilakukan Bagus bersama istri setiap Minggu. Dia berangkat dari kediamannya di Gang Nuri, RT 44 Belimbing menuju arena Car Free Day (CFD) di Jalan MH Thamrin, sekira pukul 06.00 Wita. Setelah mengikuti senam pagi, Bahgus melanjutkan perjalanannya mengayuh onthel bersama istri berkeliling Bontang. Dia tidak melakoni rutinitasnya tersebut hanya bila hujan deras atau ada pekerjaan jagal.
“Bersepeda onthel sudah menjadi olahraga tersendiri bagi saya. Apalagi menurut dokter saraf, olahraga ini cocok untuk kesehatan saya,” tuturnya.
Sementara untuk koleksi sepeda onthel, saat ini Bagus sudah memiliki lima buah sepeda yang memiliki kisahnya masing-masing. Kelima sepeda ini secara rutin dirawat Bagus di akhir pekan apabila dia sedang senggang. Di antara kelima koleksinya, terdapat satu koleksi yang paling mahal, yang didapatkannya dengan harga Rp 5 juta.
Selain gemar mengayuh dan mengoleksi onthel, Bagus juga gemar mengumpulkan informasi mengenai sepeda onthel. Dia memiliki buku khusus yang berisi kliping berita-berita tentang komunitas onthel. Dia juga gemar berselancar di dunia maya, mencari informasi tentang sepeda onthel. Di antara informasi yang didapatkannya yaitu cerita-cerita menarik dan menginspirasi tentang sepeda onthel.
“Rupanya banyak penggemar sepeda onthel yang memiliki cerita-cerita unik di balik sepeda mereka,” kata Bagus.
Dia menjabarkan, ada kepuasan tersendiri dalam kegemarannya dengan sepeda onthel. Salah satunya, dia dapat mengenang sejarah di masa lampau. Salah satu bagian yang disukainya saat mengayuh onthel yaitu ketika membunyikan bel sepeda onthel. Saat itu, banyak orang yang langsung menoleh dan melihat ke arahnya. (luk)