Kisah Bu Asnani pada akhirnya berkembang menjadi empat bagian. Bagian pertama berfokus pada sejarah bagaimana beliau mengalami gagal ginjal, dan bagaimana penyakit ini merusak kehidupannya yang nyaman bersama suami dan keempat anaknya. Bagian kedua, berkisah tentang pengalaman beliau menderita gagal ginjal, yang sempat dinyatakan meninggal dunia dan kehabisan banyak darah. Bagian ketiga mengisahkan penderitaan beliau yang sempat ingin bunuh diri, hingga diberi obat tidur untuk orang gila. Bagian keempat sekaligus terakhir, mengisahkan impian dan harapan terakhir Bu Asnani sebelum meninggal, dilengkapi pendapat medis.
Kesulitan berarti kualami saat menulis bagian ketiga dan keempat. Saat itu, saat itu kisah yang awalnya ingin aku akhiri di bagian ketiga, rupanya dapat dikembangkan pada bagian keempat. Masalahnya, ada informasi yang masih ambigu, terkait impian dan harapan terakhir Bu Asnani. Sementara, stok foto yang ingin kugunakan sebagai foto berita telah habis. Sebenarnya masih ada satu foto, tapi menurutku tidak cocok diletakkan di halaman utama, melainkan hanya di halaman sambungan.
Karenanya, aku memutuskan untuk menemui kembali Bu Asnani dan Pak Supriadi di kediaman mereka. Saat itu aku was-was, khawatir bila ternyata kedua pasutri itu sudah tidak ada di Bontang. Karenanya sebelumnya Pak Supriadi mengatakan, dia akan mengantar sang istri menjalani operasi di Jakarta. Beruntung, aku datang sehari sebelum keduanya berangkat ke Jakarta. Aku datang bersama M Jumri, fotografer Bontang Post yang ingin memotret kehidupan Bu Asnani.
Aku pun bertemu dengan Bu Asnani, yang menyampaikan rasa senangnya atas pemberitaan yang kulakukan. Kata dia, berita tersebut menjadi bahan pembicaraan di ruang cuci darah RS PKT. Begitu banyak pasien yang menderita nasib sama dengan beliau, yang terharu ketika membaca kisah Bu Asnani. Bahkan saking terharunya, ada yang tak sanggup melanjutkan membaca. Koran di rumah sakit pun menjadi rebutan para pasien.
Segera saja Bu Asnani menjadi buah bibir di lingkungan rumah sakit maupun di rumahnya. Beliau mengatakan, banyak tetangga yang memanggilnya dengan sebutan ‘artis’, karena masuk koran beberapa kali. Ada juga yang penasaran bagaimana bisa kisah Bu Asnani terekspos di media massa dengan begitu emosional. Tapi, bukan itu yang membuat Bu Asnani senang. Kata beliau, kisah yang aku tulis sesuai dengan pengalamannya. Kata beliau, berita buatanku akan dikliping, dan disimpan untuk kenang-kenangan bagi anak-anaknya, bila beliau meninggal kelak. Sehingga, anak-anaknya dapat membaca dan mengenang bagaimana perjuangan sang ibunya dulu.
Dalam kunjungan keduaku itu ke kediamannya, Bu Asnani kembali berkisah. Kali ini, Bu Asnani berkisah dengan terbawa perasaan, membuatnya menangis menitikkan air mata. Aku yang melihatnya menjadi sedih, dan memunculkan perasaan tidak nyaman. Memang, menulis berita yang menampilkan penderitaan orang lain seringkali membuatku tak nyaman. Karena biasanya aku akan terbawa emosi, dan ikut merasakan kesedihan mereka. Kisah Bu Asnani bukan cerita sedih pertama yang pernah kutulis. Sebelumnya, aku juga pernah menulis tentang Syawaldy, bocah penderita tumor ganas di mata dan Nurul, bocah penderita kanker darah yang membuat perutnya membesar.
Beruntung, nasib orang-orang tak beruntung yang kutuliskan kisahnya tersebut berubah setelah pemberitaan yang kulakukan. Banyak pihak menyalurkan bantuan sehingga penyakit pada orang-orang tersebut berhasil disembuhkan. Aku pun mendapatkan ungkapan terima kasih dengan uraian air mata dari pihak keluarga mereka, yang membuatku merasa ingin menangis. Memang, tujuan lain dari pemberitaan yang kulakukan adalah agar bisa membantu penderitaan mereka. Dan rasanya begitu puas ketika tujuan itu telah terwujud.
Namun kisah Bu Asnani berbeda. Melihat betapa kuatnya perjuangan beliau selama enam tahun menderita gagal ginjal, dengan berbagai pengalamannya, membuatku ingin membagikan kisah ketabahan dan kesabaran tersebut. Aku ingin beritaku ini dapat menginspirasi orang lain, agar tidak mudah menyerah dalam hidup. Seorang Asnani saja, yang menderita gagal ginjal masih punya semangat kuat untuk hidup. Lantas, kenapa kita, manusia yang normal dan sehat begitu mudahnya mengeluh. Padahal cobaan yang kita hadapi mungkin tak seberat apa yang dialami Bu Asnani.
Selain itu, melalui berita ini, aku ingin memberikan pengetahuan kepada masyarakat umum, tentang betapa berbahayanya gagal ginjal. Sehingga, mesti menjadi pembelajaran agar kita terus menjaga kesehatan, karena nyatanya mencegah lebih baik dari mengobati. Dari Bu Asnani pula aku mendapatkan kesadaran untuk terus menjaga kesehatanku. Agar tak bernasib sama seperti beliau. Mendapati fakta gagal ginjal sendiri membuatku bergidik takut, karena betapa penyakit ini bakal menghancurkan hidup, lebih mengerikan dari penyakit-penyakit lainnya.
Tujuan terakhir dari berita ini adalah untuk mengikuti lomba penulisan berita yang diadakan Kaltim Post Group (KPG) setiap triwulannya. Karenanya, aku berusaha semaksimal mungkin menulis kisah ini dengan selengkap dan sedalam mungkin. Aku berharap beritaku ini dapat menarik perhatian para juri, sehingga Bontang Post dapat memenangkan kategori penulisan untuk pertama kalinya. Sayangnya, bilapun tulisanku ini menang dalam lomba, aku sudah tidak berada di Bontang Post lagi. Karena terhitung 7 Agustus 2014, aku sudah tidak lagi bekerja di sana.
Tapi tidak apa-apa, bagaimana pun kisah Bu Asnani telah menjadi inspirasi bagiku. Ini adalah sebuah kisah nyata, yang selalu ingin kutulis sejak aku masih sekolah dulu. Perjuangan Bu Asnani dan kesabaran Pak Supriadi telah menyadarkanku dan membuatku malu. Terkadang begitu mudahnya aku mengeluh akan hidupku, sementara Bu Asnani saja bisa begitu sabar dengan kondisinya yang begitu sakit. Terkadang aku bisa begitu tak sabarnya menghadapi istriku, sementara Pak Supriadi saja bisa luar biasa sabar dan tak pernah mengeluh dengan kondisi istrinya.
Karenanya, memang patut bagiku untuk berterima kasih pada mereka berdua. Bagiku, kisah mereka menjadi kisah paling inspiratif selama aku bekerja menjadi kulit tinta di Bontang. Berita yang kutulis dari kisah mereka pun menurutku menjadi berita feature paling berkualitas yang pernah aku tulis. Aku akan mencoba ingat untuk mendoakan mereka, semoga kebaikan selalu tercurah pada pasangan ini. Semoga keluarga Bu Asnani dan Pak Supriadi selalu diberikan kebaikan oleh Tuhan, dan terus diberikan kesehatan. Aamiin. Terima kasih Bu Asnani, Pak Supriadi. Maaf, aku belum bisa berkunjung kembali. (selesai/luk)
Kisah Pak Supriadi dan Bu Asnani yang kutulis dapat kalian baca pada lampiran di bawah ini.
bagian_1.jpg |
bagian_2.jpg |
bagian_3.jpg |
bagian_4.jpg |