Pekan ini menjadi pekan 'merah' bagi halaman utama Bontang Post. Bagaimana tidak? Tiga kebakaran di tempat berbeda terjadi secara beruntun dalam satu pekan, menjadikannya sebagai hedaline utama surat kabar kami. Mulai dari kebakaran SMP Buana Pura Senin (10/6), dilanjut kebakaran Pasar Rawa Indah (Rabu (12/6) hingga kebakaran Grosir Sembako Sama Ria Tanjung Limau Jumat (14/6). Tiga kebakaran beruntun tersebut membuat masyarakat Bontang tersentak, yang tentunya menyebabkan kerugian materi yang begitu besar, khususnya Pasar Rawa Indah dan Grosir Samaria. Beruntung, tidak ada korban jiwa signifikan pada ketiga kebakaran tersebut.
Well, tiga kebakaran ini cukup membuatku kaget. Maksudku, setelah sebelumnya dikejutkan dengan kebakaran besar Pasar Rawa Indah, aku kembali dikejutkan dengan kebakaran di Tanjung Limau. Ketiga kebakaran itu sendiri aku saksikan secara langsung saat aku masih terjaga. Walaupun, hanya satu dari tiga kebakaran tersebut yang kutulis menjadi berita. Sisanya ditulis oleh redakturku, Guntur. Dan ya, ketiga kebakaran tersebut mempunyai cerita menarik bagiku.
Kebakaran pertama di Buana Pura, sekira pukul 01.00 Wita. Kala itu aku baru saja tiba di rumah sepulangnya dari bekerja seharian di kantor. Perut yang lapar membuatku langsung menghampiri dapur untuk mencari makanan. Namun baru saja aku menghidangkan nasi, suara sirene pemadam kebakaran terdengar dari kejauhan, dilanjut telepon Anggota DPRD Bontang Taqbir Ali yang menginformasikan kebakaran di kawasan Prakla, Berbas Pantai yang ternyata SMP Buana Pura, salah satu sekolah tertua di Bontang.
Aku meninggalkan hidanganku, dan meluncur cepat ke lokasi kejadian yang cukup jauh dari rumah. Disana lantas aku bertemu Guntur yang menginstruksikanku untuk mendatangi rumah sakit Amalia, menemui korban kebakaran yang menderita luka bakar grade 2 di sekujur punggungnya. Sedikit wawancara dan aku kembali ke rumah untuk menyantap hidanganku. Kebakaran itu, menjadi satu-satunya kebakaran yang kutuliskan beritanya dalam pekan ini.
Kebakaran berikutnya, mungkin kebakaran yang paling menyita perhatian karena menimpa pasar tradisional resmi terbesar di Bontang, Pasar Rawa Indah. Saat itu, sekira pukul 08.00 Wita, aku tengah bersiap-siap mengedit berita wartawan di halamanku, halaman Prolita. Saat itu, fotografer mendapat informasi tentang kebakaran di Pasar Rawa Indah dan langsung bergerak. Malam itu tidak ada wartawan yang siaga, membuatku terpaksa turun.
Aku mendatangi Pasar Rawa Indah dan mendapati kobaran api mengerikan disana. Suasana begitu panik, karena ada kemungkinan api menyebar pada rumah-rumah yang ada di sekitar pasar. Malam itu cukup mencekam lantaran seluruh bangunan utama Pasar Rawa Indah diliputi api merah nan panas. JAlan Juanda pun menjadi mencekam. Yang mengherankan, petugas pemadam kebakaran malam itu terlihat tidak sigap. Hal ini membuat warga, dan juga para pedagang merasa kesal dan mengamuk. Kebakaran ini memang sangat menyita perhatian dan dugaan sabotase deras didengungkan para pedagang. Pasalnya, kebakaran ini bertepatan dengan polemik proses pelelangan dan relokasi pembangunan Pasar Rawa Indah. Juga, ada dugaan sabotase ini terkait protes sebelumnya dari pedagang ikan Pasar Rawa Indah ke DPRD, terkait keberadaan Pasar Seng Tanjung Limau yang disebut ilegal.
Dugaan sabotase semakin kuat. Lantaran, dalam kebakaran tersebut terdapat tiga titik api yang berbeda. Yang semuanya seolah dibuat mengelilingi pasar. Sementara, kondisi listrik masih menyala ketika kebakaran terjadi. Tapi penyelidikan masih dilakukan kepolisian untuk memastikan penyebab sebenarnya dari kebakaran tersebut. Well, karena kebakaran ini, beritaku tentang lelang Pasar Rawa Indah, yang telah kusempurnakan dengan komentar pihak-pihak terkait, serta mendapat tambahan data dari Guntur, terpaksa ditunda. Karena, dikhawatirkan berita tersebut justru memperkeruh suasana yang ada.
Kebakaran Pasar Rawa Indah ini rencananya ingin kuliput, namun saat itu Guntur datang dan terjadilah salah paham. Kupikir Guntur memintaku untuk pulang, sementara untuk kebakarannya, dia yang meliput. Well, kebetulan perutku sedang lapar dan halamanku belum selesai, jadi langsung saja aku pergi untuk makan di warung nasi pecel, di depan kantor. Yang kemudian, Guntur marah-marah karena ternyata maksudnya bukan menyuruhku pulang. So, Pak Bos terpaksa membatalkan liburnya sehingga dia meliput kebakaran tersebut. Meski begitu, Pak Bos sempat memintaku menulis berita singkat kebakaran tersebut untuk dikirim ke Jawa Pos/JPNN. Entahlah apakah beritaku itu masuk ke Jawa Pos, soalnya aku belum mengeceknya.
Kebakaran Pasar Rawa Indah kupikir menjadi berita kebakaran terakhir pekan ini. Yang bisa dilanjutkan sebagai isu baru, melihat pada sisi lain kebakaran ini yang... politis? Tapi berselang sehari saja, kebakaran ketiga terjadi, Jumat (14/6) dini hari sekira pukul 02.30 Wita. Saat itu aku tengah begadang internetan gak jelas karena pada Hari Jumat merupakan hari liburku. Saat itulah, Dian, fotografer sekaligus IT Bontang Post yang tengah tidur di mejanya mendapat telepon informasi kebakaran. Dia lantas menyampaikan ke aku kalau terjadi kebakaran di Tanjung Limau. Mendengar itu, badanku langsung lemas dan bertanya, "Hah? Kebakaran lagi?"
Well, sekadar mengamankan liputan, aku yang awalnya berniat pulang lantas menuju ke Tanjung Limau yang dekat dengan rumah pamanku. Dalam perjalanan, kupikir kebakaran tersebut menimpa Pasar Seng Tanjung Limau, dengan dugaan balas dendam pasar Rawa Indah. Namun betapa terkejutnya aku saat melihat kebakaran itu terjadi pada Toko Sama Ria, toko grosir sembako dan kebutuhan rumah tangga yang mungkin terbesar di Bontang milik etnis Tionghoa. Kebakaran ketiga ini terbilang besar karena menyambar rumah empunya toko, berikut warung dan usaha yang ada di sekitarnya. Suasana mencekam lantaran di dalam toko terdapat banyak tabung gas elpiji melon 3 kilogram yang berkali-kali meledak, menciptakan api yang semakin besar dan sempat membuat warga ketakutan karena ledakannya.
Dan, kembali aku bertemu Guntur yang sudah tiba di lokasi kejadian. Mengingat hari itu aku libur, lantas aku pun menyerahkan liputannya pada Guntur dan setelah api mulai dikuasai, aku beranjak pulang untuk tidur karena mataku sudah 5 watt tersisa. Dan sebelum aku pergi, aku mendengar komentar, "Merah lagi nih koran besok!"
Tiga kebakaran beruntun itu membuatku bertanya-tanya. ada apa sebenarnya dari tiga kebakaran tersebut. Bahkan aku sampai menduga hal yang ekstrim, bahwa ada pihak-pihak tententu yang sengaja membakar, untuk mengacaukan suasana kota. Bahkan dari isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya yang didapat wartawan halaman Eksresi Suci Surya Dewi, bakal ada kebakaran lain di salah satu lokasi di Bontang. Tapi tentu saja aku tidak mau berprasangka buruk. Isu-isu seperti itu tidak patut dipercaya karena tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan lebih bersifat meresahkan masyarakat.
Meski begitu sebenarnya ada hal menarik yang kutangkap dari peristiwa kebakaran yang terjadi tersebut, terutama kebakaran kedua dan ketiga. Pada dua kebakaran tersebut, terjadi pada tempat penjualan bahan pangan, pasar dan grosir. Kenapa menurutku menarik? Karena sebentar lagi akan memasuki bulan Ramadan. Yang tentunya, kebutuhan pangan sangat dicari. Dugaanku, kebakaran yang terjadi untuk membuat pasokan bahan pangan menjadi berkurang di Bontang. Di luar tentunya, sabotase terkait permasalahan Pasar Rawa Indah. Yang kudengar, pembakaran terhadap pasar yang akan direlokasi kerap terjadi di lokasi-lokasi lain di Indonesia.
Terlepas dari semua dugaan tersebut, tentunya kita semua, khususnya masyarakat Kota Taman berharap, kondisi kota kondusif dan kebakaran tidak terulang kembali pada masa-masa berikutnya. Tentunya, menjadi pelajaran bagi warga untuk bisa lebih hati-hati untuk mencegah kebakaran, misalnya dengan lebih memperhatikan kondisi instalasi listrik dan juga kompor serta potensi-potensi kebakaran lainnya. Selain itu, kebakaran yang terjadi beruntun ini sekaligus menyadarkan Pemkot Bontang untuk memperbaiki kualitas Pemadam Kebakaran yang dimiliki. Karena, terlihat jelas bahwa armada yang ada saat ini tidak dapat menangani kebakaran dengan maksimal. Selain itu, kondisi peralatan yang digunakan para firefighter, menurut informasi dari Guntur tidak sesuai dengan standar. Sehingga membuat dua pemadam tumbang saat Rawa Indah dilalap si jago merah. Dan kabarnya, Pemkot akan menambah pos-pos pemadam kebakaran agar penanganan kebakaran dapat berjalan cepat. Kita berharap saja, dan semoga kebakaran memilukan yang membunuh sahabatku, Alwi 18 tahun yang lalu tidak terulang kembali. Amin. (luk)
Well, tiga kebakaran ini cukup membuatku kaget. Maksudku, setelah sebelumnya dikejutkan dengan kebakaran besar Pasar Rawa Indah, aku kembali dikejutkan dengan kebakaran di Tanjung Limau. Ketiga kebakaran itu sendiri aku saksikan secara langsung saat aku masih terjaga. Walaupun, hanya satu dari tiga kebakaran tersebut yang kutulis menjadi berita. Sisanya ditulis oleh redakturku, Guntur. Dan ya, ketiga kebakaran tersebut mempunyai cerita menarik bagiku.
Kebakaran pertama di Buana Pura, sekira pukul 01.00 Wita. Kala itu aku baru saja tiba di rumah sepulangnya dari bekerja seharian di kantor. Perut yang lapar membuatku langsung menghampiri dapur untuk mencari makanan. Namun baru saja aku menghidangkan nasi, suara sirene pemadam kebakaran terdengar dari kejauhan, dilanjut telepon Anggota DPRD Bontang Taqbir Ali yang menginformasikan kebakaran di kawasan Prakla, Berbas Pantai yang ternyata SMP Buana Pura, salah satu sekolah tertua di Bontang.
Aku meninggalkan hidanganku, dan meluncur cepat ke lokasi kejadian yang cukup jauh dari rumah. Disana lantas aku bertemu Guntur yang menginstruksikanku untuk mendatangi rumah sakit Amalia, menemui korban kebakaran yang menderita luka bakar grade 2 di sekujur punggungnya. Sedikit wawancara dan aku kembali ke rumah untuk menyantap hidanganku. Kebakaran itu, menjadi satu-satunya kebakaran yang kutuliskan beritanya dalam pekan ini.
Kebakaran berikutnya, mungkin kebakaran yang paling menyita perhatian karena menimpa pasar tradisional resmi terbesar di Bontang, Pasar Rawa Indah. Saat itu, sekira pukul 08.00 Wita, aku tengah bersiap-siap mengedit berita wartawan di halamanku, halaman Prolita. Saat itu, fotografer mendapat informasi tentang kebakaran di Pasar Rawa Indah dan langsung bergerak. Malam itu tidak ada wartawan yang siaga, membuatku terpaksa turun.
Aku mendatangi Pasar Rawa Indah dan mendapati kobaran api mengerikan disana. Suasana begitu panik, karena ada kemungkinan api menyebar pada rumah-rumah yang ada di sekitar pasar. Malam itu cukup mencekam lantaran seluruh bangunan utama Pasar Rawa Indah diliputi api merah nan panas. JAlan Juanda pun menjadi mencekam. Yang mengherankan, petugas pemadam kebakaran malam itu terlihat tidak sigap. Hal ini membuat warga, dan juga para pedagang merasa kesal dan mengamuk. Kebakaran ini memang sangat menyita perhatian dan dugaan sabotase deras didengungkan para pedagang. Pasalnya, kebakaran ini bertepatan dengan polemik proses pelelangan dan relokasi pembangunan Pasar Rawa Indah. Juga, ada dugaan sabotase ini terkait protes sebelumnya dari pedagang ikan Pasar Rawa Indah ke DPRD, terkait keberadaan Pasar Seng Tanjung Limau yang disebut ilegal.
Dugaan sabotase semakin kuat. Lantaran, dalam kebakaran tersebut terdapat tiga titik api yang berbeda. Yang semuanya seolah dibuat mengelilingi pasar. Sementara, kondisi listrik masih menyala ketika kebakaran terjadi. Tapi penyelidikan masih dilakukan kepolisian untuk memastikan penyebab sebenarnya dari kebakaran tersebut. Well, karena kebakaran ini, beritaku tentang lelang Pasar Rawa Indah, yang telah kusempurnakan dengan komentar pihak-pihak terkait, serta mendapat tambahan data dari Guntur, terpaksa ditunda. Karena, dikhawatirkan berita tersebut justru memperkeruh suasana yang ada.
Kebakaran Pasar Rawa Indah ini rencananya ingin kuliput, namun saat itu Guntur datang dan terjadilah salah paham. Kupikir Guntur memintaku untuk pulang, sementara untuk kebakarannya, dia yang meliput. Well, kebetulan perutku sedang lapar dan halamanku belum selesai, jadi langsung saja aku pergi untuk makan di warung nasi pecel, di depan kantor. Yang kemudian, Guntur marah-marah karena ternyata maksudnya bukan menyuruhku pulang. So, Pak Bos terpaksa membatalkan liburnya sehingga dia meliput kebakaran tersebut. Meski begitu, Pak Bos sempat memintaku menulis berita singkat kebakaran tersebut untuk dikirim ke Jawa Pos/JPNN. Entahlah apakah beritaku itu masuk ke Jawa Pos, soalnya aku belum mengeceknya.
Kebakaran Pasar Rawa Indah kupikir menjadi berita kebakaran terakhir pekan ini. Yang bisa dilanjutkan sebagai isu baru, melihat pada sisi lain kebakaran ini yang... politis? Tapi berselang sehari saja, kebakaran ketiga terjadi, Jumat (14/6) dini hari sekira pukul 02.30 Wita. Saat itu aku tengah begadang internetan gak jelas karena pada Hari Jumat merupakan hari liburku. Saat itulah, Dian, fotografer sekaligus IT Bontang Post yang tengah tidur di mejanya mendapat telepon informasi kebakaran. Dia lantas menyampaikan ke aku kalau terjadi kebakaran di Tanjung Limau. Mendengar itu, badanku langsung lemas dan bertanya, "Hah? Kebakaran lagi?"
Well, sekadar mengamankan liputan, aku yang awalnya berniat pulang lantas menuju ke Tanjung Limau yang dekat dengan rumah pamanku. Dalam perjalanan, kupikir kebakaran tersebut menimpa Pasar Seng Tanjung Limau, dengan dugaan balas dendam pasar Rawa Indah. Namun betapa terkejutnya aku saat melihat kebakaran itu terjadi pada Toko Sama Ria, toko grosir sembako dan kebutuhan rumah tangga yang mungkin terbesar di Bontang milik etnis Tionghoa. Kebakaran ketiga ini terbilang besar karena menyambar rumah empunya toko, berikut warung dan usaha yang ada di sekitarnya. Suasana mencekam lantaran di dalam toko terdapat banyak tabung gas elpiji melon 3 kilogram yang berkali-kali meledak, menciptakan api yang semakin besar dan sempat membuat warga ketakutan karena ledakannya.
Dan, kembali aku bertemu Guntur yang sudah tiba di lokasi kejadian. Mengingat hari itu aku libur, lantas aku pun menyerahkan liputannya pada Guntur dan setelah api mulai dikuasai, aku beranjak pulang untuk tidur karena mataku sudah 5 watt tersisa. Dan sebelum aku pergi, aku mendengar komentar, "Merah lagi nih koran besok!"
Tiga kebakaran beruntun itu membuatku bertanya-tanya. ada apa sebenarnya dari tiga kebakaran tersebut. Bahkan aku sampai menduga hal yang ekstrim, bahwa ada pihak-pihak tententu yang sengaja membakar, untuk mengacaukan suasana kota. Bahkan dari isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya yang didapat wartawan halaman Eksresi Suci Surya Dewi, bakal ada kebakaran lain di salah satu lokasi di Bontang. Tapi tentu saja aku tidak mau berprasangka buruk. Isu-isu seperti itu tidak patut dipercaya karena tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan lebih bersifat meresahkan masyarakat.
Meski begitu sebenarnya ada hal menarik yang kutangkap dari peristiwa kebakaran yang terjadi tersebut, terutama kebakaran kedua dan ketiga. Pada dua kebakaran tersebut, terjadi pada tempat penjualan bahan pangan, pasar dan grosir. Kenapa menurutku menarik? Karena sebentar lagi akan memasuki bulan Ramadan. Yang tentunya, kebutuhan pangan sangat dicari. Dugaanku, kebakaran yang terjadi untuk membuat pasokan bahan pangan menjadi berkurang di Bontang. Di luar tentunya, sabotase terkait permasalahan Pasar Rawa Indah. Yang kudengar, pembakaran terhadap pasar yang akan direlokasi kerap terjadi di lokasi-lokasi lain di Indonesia.
Terlepas dari semua dugaan tersebut, tentunya kita semua, khususnya masyarakat Kota Taman berharap, kondisi kota kondusif dan kebakaran tidak terulang kembali pada masa-masa berikutnya. Tentunya, menjadi pelajaran bagi warga untuk bisa lebih hati-hati untuk mencegah kebakaran, misalnya dengan lebih memperhatikan kondisi instalasi listrik dan juga kompor serta potensi-potensi kebakaran lainnya. Selain itu, kebakaran yang terjadi beruntun ini sekaligus menyadarkan Pemkot Bontang untuk memperbaiki kualitas Pemadam Kebakaran yang dimiliki. Karena, terlihat jelas bahwa armada yang ada saat ini tidak dapat menangani kebakaran dengan maksimal. Selain itu, kondisi peralatan yang digunakan para firefighter, menurut informasi dari Guntur tidak sesuai dengan standar. Sehingga membuat dua pemadam tumbang saat Rawa Indah dilalap si jago merah. Dan kabarnya, Pemkot akan menambah pos-pos pemadam kebakaran agar penanganan kebakaran dapat berjalan cepat. Kita berharap saja, dan semoga kebakaran memilukan yang membunuh sahabatku, Alwi 18 tahun yang lalu tidak terulang kembali. Amin. (luk)