Memainkan Bloody Roar seolah menyalurkan nafsu binatangku untuk membantai orang lain. Bedanya, bukan sekadar membantai, melainkan benar-benar menjadi binatang sebagaimana yang diwakili oleh para zoanthrope, sebutan manusia yang bisa berubah menjadi binatang dalam serial ini. Bayangkan saja kamu marah, lantas berubah menjadi binatang dan menghabisi musuh-musuhmu dengan brutal. Dan imajinasi itu hanya bisa diberikan Bloody Roar dengan konsepnya yang sangat orisinil, belum pernah ada sebelumnya.
Meski relatif sedikit dibandingkan seri keduanya, namun karakter-karakter dalam edisi perdananya ini dirasa padat dan mewakili. Binatang-binatang yang dihadirkan tampil seimbang. Mulai dari singa, serigala, harimau, musang, gorila, babi hutan, kelinci, dan tikus mondok. Efek saat para zoanthrope ini berubah menjadi binatang pun terlihat keren, tidak kalah dari henshin-nya Kamen Rider atau perubahan Super Seiya. Membuatku selalu ingin menjadi zoanthrope, terutama zoanthrope singa seperti Gado. Ya, Gado the Lion adalah karakter favoritku yang menurutku... keren sekali!
Bloody Roar bukan hanya didukung gameplay, grafis, dan efek yang keren, tetapi juga didukung dengan jalinan cerita yang sekali lagi, orisinil. Cerita dalam Bloody Roar ini merupakan pembuka dari rentetan judul sequel yang muncul berikutnya. Seri perdananya ini merupakan perintis, yang mengawali konflik antara para zoanthrope melawan manusia. Selain itu, setiap karakter memiliki latar belakang kisah tersendiri yang menurutku menarik untuk disimak. Terutama kisahnya Hans the Fox yang menurutku sangat ironis. Atau kisah pembalasan dendam Gado yang begitu emosional.
Dengan beragam inovasi yang diperkenalkannya itu, Bloody Roar akan selalu menjadi favoritku. Persis seperti tagline-nya: unleash the beast within. Scene yang aku sukai dari pertarungannya adalah saat Gado mengunci kedua lengan lawannya dan mulai menggigiti dada lawannya. Bayangkan bila lawannya adalah Alice, itu akan terlihat seperti… pikir sendiri! (luk)