Rilis tahun 1996 di penghujung era Super Nintendo (SNES) membuat Lufia II (yang di Eropa cuma berjudul ‘Lufia’) kurang begitu populer di kalangan gamer Role Playing Game (RPG). Padahal, game buatan developer Neverland ini menawarkan sebuah permainan RPG yang unik dibandingkan game-game RPG sejenis di eranya. Ini dikarenakan adanya perpaduan genre serta elemen-elemen game yang belum pernah ada dalam jagad RPG sebelumnya. Elemen dan fitur-fitur yang ada tersebut, menjadikan game ini terbilang inovatif dan lebih menarik.
Di sini, kita akan berperan menjadi Maxim dan teman-temannya dalam mencegah kehancuran dunia akibat ulah Sinistrals, makhluk super berkekuatan dewa. Di sepanjang permainan, kita akan diajak menelusuri berbagai dungeon dan tower yang sarat dengan monster-monster jahat. Bedanya, elemen RPG yang ada berpadu dengan genre action RPG ala Zelda. Hasilnya, dalam petualangannya Maxim dan kawan-kawan bakal mendapat alat-alat dan senjata yang digunakan untuk melewati berbagai rintangan yang ada. Mulai dari pedang untuk memotong rumput, rantai untuk berpindah tempat, hingga bom untuk menghancurkan dinding.
Beda dengan kebanyakan game RPG, random encounter monster dalam game ini hanya terjadi pada overworld map. Sementara di dalam dungeon atau tower, random encounter digantikan dengan sprite monster yang bergerak mengikuti pergerakan karakter kita. Encounter ini mirip dengan game Earthbound, di mana kita bisa melihat monster kita secara kasat mata, dan bisa menghindarinya bila kita tidak ingin bertarung dengannya. Bukan hanya itu, pergerakan musuh juga bisa dihentikan beberapa saat dengan menggunakan alat dan senjata yang dimiliki.
Selain Health Point (HP) dan Magic Point (MP) yang lazim dalam game RPG, Lufia II juga memiliki fitur point tambahan lain yang disebut Item Point (IP) meter. Yaitu point yang dimiliki setiap karakter untuk menggunakan kemampuan tambahan yang ada pada masing-masing senjata dan armor. IP meter ini bakal bertambah setiap kali karakter mendapat serangan, yang bisa digunakan untuk mengeluarkan serangan atau kemampuan khusus yang dimiliki senjata atau armor yang dikenakan. IP meter ini membuat pemain mesti pintar berstrategi dalam memilihkan senjata dan armor untuk masing-masing karakter, tidak asal memasangkan senjata atau armor terkuat.
Namun yang menjadi poin penting dari game ini adalah puzzle dan teka-teki yang siap menghadang pemain. Puzzle dan teka-teki ini tersaji di setiap dungeon dan tower yang bakal membuat pemain berpikir keras menyelesaikannya. Teka-teki yang ada bukan sembarang teka-teki, melainkan teka-teki kompleks yang bakal membuat otak panas karena memiliki tingkat kesulitan yang terbilang tinggi. Mulai dari teka-teki berupa bongkar pasang balok, hingga yang berupa logika.
Puzzle dan teka-teki ini harus dipecahkan, karena kalau tidak, pintu atau jalan keluar menuju tujuan yang ingin dicapai tidak akan terbuka yang artinya permainan bakal terhenti alias stuck. Bahkan ada salah satu puzzle yang disebut ‘The Most Difficult Trick in the World’ yang mesti kita pecahkan agar bisa mendapatkan senjata ampuh pembunuh naga, Lizard Blow (percayalah, teka-teki ini sangat sulit). Dengan beragam teka-teki yang ada tersebut, seolah-olah Lufia II ingin menunjukkan bahwa dalam melawan kejahatan bukan sekadar membutuhkan kekuatan fisik, melainkan juga kepandaian akal.
Seolah tak cukup dengan keunikan-keunikan tersebut, Lufia II menawarkan opsi side quest yang menarik, yang bisa dilakukan kapan pun sepanjang permainan. Di antaranya yaitu Capsule Monster, monster ala Pokemon yang bakal membantu pemain dalam pertarungan; Dragon Egg, delapan telur naga ala Dragon Ball yang bila dikumpulkan bisa mengabulkan keinginan; serta Ancient Cave, sebuah dungeon bawah tanah dengan 99 lantai yang begitu kompleks dan penuh kejutan. Ketiga side quest ini semakin menambah betapa kayanya fitur-fitur yang disediakan Lufia II.
Soal cerita, jangan ditanya, Lufia II memiliki jalinan cerita yang begitu emosional sekaliber Final Fantasy. Setiap bagian dari kisah perjalanan sang pahlawan Maxim selalu hadir di sela-sela petualangan, sebelum dan selepas penelusuran di dungeon. Kisahnya sendiri cenderung klise, namun dibalut dengan emosi yang begitu dalam. Mulai dari suasana menyedihkan ketika Sinistrals menghancurkan kota dan membunuh semua warganya, suasana menyenangkan ketika Maxim menikah dengan Selan (Ups! Spoiler), hingga humor segar yang terjadi ketika Dekar dan Guy saling berargumen. Ceritanya sangat menarik, membuat pemain menjadi penasaran dan enggan berhenti memainkannya.
Lufia II berkisah tentang perjalanan Maxim, seorang pemuda pemburu monster yang terlahir dengan kemampuan berpedang yang menawan. Suatu ketika dalam sebuah aksi berburu monster, dia bertemu perempuan misterius bernama Iris yang mengatakan bahwa dia ditakdirkan untuk mengalahkan Sinistrals, kelompok makhluk super yang berniat menguasai dunia. Maxim pun memulai perjalanan keliling dunia bersama rekan-rekannya sesama pejuang untuk mengalahkan Sinistrals.
Untuk grafisnya, Lufia II menampilkan kualitas gambar Super Nintendo dengan maksimal dengan warna yang begitu cerah. Adegan pertarungannya tampak begitu hidup, dan setiap karakter digambar dengan baik, berikut lingkungan yang menjadi setting game ini. Sementara untuk musiknya, Lufia II memiliki musik latar yang sangat menyenangkan dan memorable, tak kalah dengan musik Final Fantasy garapan Nobuo Uematsu. Baik musik yang hadir di overworld, kota, maupun di dungeon, semuanya begitu berpadu dengan elemen-elemen lainnya yang membuat Lufia II menjadi salah satu game RPG terbaik yang pernah ada.
Secara keseluruhan, Lufia II adalah game RPG yang begitu kompleks dan unik dengan perpaduan genre yang ada, serta penuh dengan fitur-fitur menarik. Ini adalah salah satu game RPG terberat, bukan hanya dari segi pertarungan melawan musuh saja, tapi juga dari segi penyelesaian teka-teki yang menjadi syarat mutlak menamatkan permainan. Lufia II merupakan game yang kreatif, inovatif, dan sangat mewakili petualangan melawan kejahatan, di mana dalam berjuang bukan hanya membutuhkan kekuatan fisik, melainkan juga kepandaian otak. (luk)
NB: artwork di atas diambil dari versi remake untuk Nintendo DS, Curse of the Sinistrals.