Catatan ini diterbitkan di halaman 1 Bontang Post edisi Selasa, 30 Juli 2013 dengan judul 'Hiburan' yang Panas.
Kebakaran merupakan tragedi pilu yang selalu menimbulkan duka bagi para korbannya. Namun, tampaknya hal itu tidak berlaku bagi sebagian masyarakat Bontang. Kebakaran, seolah menjadi sebuah hiburan atau tontonan yang menarik untuk disaksikan, tanpa memedulikan proses pemadaman api atau perasaan korban. Bahkan, ada yang memancing dalam air keruh dengan menjarah barang milik korban.
Tahun 2013 ini mungkin merupakan tahun sibuk bagi Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Pemadam Kebakaran (DKP-PMK) Bontang. Pasalnya, kebakaran silih berganti mewarnai hari-hari mereka. Mulai dari Kebakaran Awang Long di awal tahun, kebakaran besar Pasar Rawa Indah, hingga yang terbaru, kebakaran di siang bolong di Kampung Baru, Berebas Tengah Senin (29/7) kemarin. Di tengah keterbatasan fasilitas yang dimiliki dan medan yang sulit, para pasukan ‘pembunuh’ api harus berhadapan dengan kendala lain: kerumunan warga.
Saya selalu menemukan banyaknya warga yang yang berkerumun menyaksikan kebakaran. Bila yang menyaksikan warga sekitar yang berada dekat dengan lokasi kebakaran mungkin wajar. Tapi, para penonton ini juga sebagian berasal dari wilayah lain yang justru jauh dari lokasi kebakaran. Bahkan walaupun kebakaran terjadi di tengah malam.
Saya sempat mengalami sendiri ketika terjadi kebakaran di kawasan Berbas Pantai, yang menimpa salah satu bangunan sekolah disana. Dalam perjalanan ke lokasi kebakaran, saya melihat banyak sepeda motor yang mengarah ke lokasi kebakaran. Padahal saat itu menunjukkan pukul 01.00 Wita malam. Bahkan ada seorang ibu yang berkendara membonceng anaknya yang masih balita ke lokasi kebakaran. Bahkan saat kebakaran Pasar Rawa Indah, ketika saya berada di warung yang cukup jauh dari lokasi, ada seorang warga mengajak rekannya untuk menyaksikan kebakaran. “Ada kebakaran di Rawa Indah, kita nonton yuk,” ujar warga tersebut.
Bila kedatangan mereka untuk memastikan anggota keluarga mereka yang tinggal di lingkungan tersebut selamat, atau bila ada kepentingan materi mereka pada lokasi kebakaran, kedatangan tersebut mungkin wajar. Tapi bila kedatangan mereka hanya untuk menyaksikan, lantas mengganggu proses pemadaman, tentu sangat disayangkan. Dengan jumlah yang banyak dan meluber hingga ke jalanan, tentunya menyulitkan mobilisasi mobil pemadam. Pun bila ada warga yang nekat mendekati lokasi kebakaran lebih dekat. Selain membahayakan nyawa, juga menghalangi kerja petugas pemadam.
Dalam menyaksikan ‘hiburan gratis’ ini, kadang warga juga tidak memedulikan keselamatan dirinya. Mereka yang mendekat, tidak menyadari potensi kebakaran yang bisa saja membahayakan nyawa sendiri. Sebagaimana pada kebakaran di sebuah toko grosir di Tanjung Limau. Kebakaran yang terjadi dini hari tersebut sempat membuat warga berduyun-duyun mendekat untuk menyaksikan lebih jelas kebakaran yang terjadi. Namun lantas, mereka berhamburan menyelamatkan diri ketika api membesar akibat ledakan-ledakan dari tabung gas yang terjadi berkali-kali.
Tentunya, tidak ada yang dapat memprediksi bahaya apa yang tengah menanti warga. Bisa saja, dari sekadar iseng menonton, malah jadi tewas tersambar api. Sebagaimana yang terjadi di Sleman, Jawa Tengah ketika heboh ditemukan crop circle. Kala itu, seorang mahasiswa mati sia-sia karena terjatuh ketika menyaksikan crop circle. Saking antusiasnya dengan objek yang disaksikan, hingga tak memikirkan keselamatan sendiri.
Tapi bukan hanya kebakaran tersebut yang mengancam keselamatan ‘penonton’. Bahaya lain datang dari kendaraan pemadam atau dari kendaraan operasional aparat. Dalam kondisi yang serba tidak menentu, pemadam atau aparat dituntut untuk bergerak cepat. Dengan tuntutan memadamkan api segera atau mengamankan wilayah, kendaraan-kendaraan ini bisa bergerak dengan cepat. Tentunya, kerumunan warga yang memadati jalanan akan menghalangi mobilisasi mereka, memaksa petugas untuk berteriak memerintahkan warga menyingkir.
Dengan kecepatan seperti itu, bayangkan bila saat itu sopir kendaraan kurang mawas, ditambah warga terlalu asyik menonton. Ini terbukti dalam kebakaran Pasar Rawa Indah, seorang pengendara motor tertabrak mobil pemadam. Beruntung tidak ada korban jiwa. Bila yang terjadi lebih dari itu, tentu akan ada berita lain di koran besok selain kebakaran.
Belum lagi bila ada warga yang merasa kesal dengan kinerja pemadam kebakaran yang dianggap lambat. Kebakaran Pasar Rawa Indah kembali menjadi contoh. Selain menghadapi ganasnya api, para pemadam juga mesti menghadapi telur-telur yang dilemparkan oleh warga ke arah mereka.
Keberadaan para ‘penonton liar’ ini sebenarnya sudah diantisipasi oleh aparat berwenang. Salah satunya, dengan menutup akses jalan menuju lokasi kebakaran. Namun biarpun begitu, tetap saja ada warga yang nakal dan nekat menerobos barikade yang dipasang polisi. Sebagaimana yang saya saksikan dalam kebakaran di Kampung Baru kemarin. Seolah, aparat kepolisian diremehkan, padahal apa yang mereka lakukan demi keselamatan kita bersama.
Tapi keberadaan para penonton ini bukan hanya mengganggu mobilisasi. Rupanya, ada juga oknum tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan situasi yang serba darurat dengan menjarah barang-barang milik korban. Sebagaimana yang ditemukan dari penelusuran rekan saya di lapangan. Sekali lagi, hal ini sangat disayangkan.
Seperti yang dikatakan redaktur saya, keberadaan kerumunan warga yang menyaksikan kebakaran bisa dibilang wajar dan kerap terjadi. Dimanapun, kebakaran selalu menarik perhatian warga untuk datang dan menyaksikannya. Seperti, telah menjadi sebuah hiburan tersendiri di tengah kekalutan yang ada. Tak peduli panasnya api yang membara, warga pasti ingin tahu bagaimana kebakaran terjadi, seberapa besar apinya, apa saja yang terbakar, dan bagaimana kerja pemadam kebakaran. Apalagi untuk masyarakat Kota Taman yang kekurangan hiburan. Beberapa di antara mereka mengabadikannya dalam bentuk foto atau rekaman video. Yang mungkin nanti dibagikan melalui jejaring social masing-masing. Entah apa tujuannya.
Tapi bilapun menonton kebakaran dibenarkan, bukankah lebih baik dilakukan dengan beretika. Misalnya dengan tidak mengganggu proses pemadaman, dengan tidak menghalangi aparat berwenang. Yang lebih penting, dengan memperhatikan serta mengutamakan keselamatan diri sendiri dan orang lain. Jangan sampai, karena menyaksikan kebakaran membuat kita atau orang lain celaka. Naudzubillahi min dzalik. (luk)
Kebakaran merupakan tragedi pilu yang selalu menimbulkan duka bagi para korbannya. Namun, tampaknya hal itu tidak berlaku bagi sebagian masyarakat Bontang. Kebakaran, seolah menjadi sebuah hiburan atau tontonan yang menarik untuk disaksikan, tanpa memedulikan proses pemadaman api atau perasaan korban. Bahkan, ada yang memancing dalam air keruh dengan menjarah barang milik korban.
Tahun 2013 ini mungkin merupakan tahun sibuk bagi Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Pemadam Kebakaran (DKP-PMK) Bontang. Pasalnya, kebakaran silih berganti mewarnai hari-hari mereka. Mulai dari Kebakaran Awang Long di awal tahun, kebakaran besar Pasar Rawa Indah, hingga yang terbaru, kebakaran di siang bolong di Kampung Baru, Berebas Tengah Senin (29/7) kemarin. Di tengah keterbatasan fasilitas yang dimiliki dan medan yang sulit, para pasukan ‘pembunuh’ api harus berhadapan dengan kendala lain: kerumunan warga.
Saya selalu menemukan banyaknya warga yang yang berkerumun menyaksikan kebakaran. Bila yang menyaksikan warga sekitar yang berada dekat dengan lokasi kebakaran mungkin wajar. Tapi, para penonton ini juga sebagian berasal dari wilayah lain yang justru jauh dari lokasi kebakaran. Bahkan walaupun kebakaran terjadi di tengah malam.
Saya sempat mengalami sendiri ketika terjadi kebakaran di kawasan Berbas Pantai, yang menimpa salah satu bangunan sekolah disana. Dalam perjalanan ke lokasi kebakaran, saya melihat banyak sepeda motor yang mengarah ke lokasi kebakaran. Padahal saat itu menunjukkan pukul 01.00 Wita malam. Bahkan ada seorang ibu yang berkendara membonceng anaknya yang masih balita ke lokasi kebakaran. Bahkan saat kebakaran Pasar Rawa Indah, ketika saya berada di warung yang cukup jauh dari lokasi, ada seorang warga mengajak rekannya untuk menyaksikan kebakaran. “Ada kebakaran di Rawa Indah, kita nonton yuk,” ujar warga tersebut.
Bila kedatangan mereka untuk memastikan anggota keluarga mereka yang tinggal di lingkungan tersebut selamat, atau bila ada kepentingan materi mereka pada lokasi kebakaran, kedatangan tersebut mungkin wajar. Tapi bila kedatangan mereka hanya untuk menyaksikan, lantas mengganggu proses pemadaman, tentu sangat disayangkan. Dengan jumlah yang banyak dan meluber hingga ke jalanan, tentunya menyulitkan mobilisasi mobil pemadam. Pun bila ada warga yang nekat mendekati lokasi kebakaran lebih dekat. Selain membahayakan nyawa, juga menghalangi kerja petugas pemadam.
Dalam menyaksikan ‘hiburan gratis’ ini, kadang warga juga tidak memedulikan keselamatan dirinya. Mereka yang mendekat, tidak menyadari potensi kebakaran yang bisa saja membahayakan nyawa sendiri. Sebagaimana pada kebakaran di sebuah toko grosir di Tanjung Limau. Kebakaran yang terjadi dini hari tersebut sempat membuat warga berduyun-duyun mendekat untuk menyaksikan lebih jelas kebakaran yang terjadi. Namun lantas, mereka berhamburan menyelamatkan diri ketika api membesar akibat ledakan-ledakan dari tabung gas yang terjadi berkali-kali.
Tentunya, tidak ada yang dapat memprediksi bahaya apa yang tengah menanti warga. Bisa saja, dari sekadar iseng menonton, malah jadi tewas tersambar api. Sebagaimana yang terjadi di Sleman, Jawa Tengah ketika heboh ditemukan crop circle. Kala itu, seorang mahasiswa mati sia-sia karena terjatuh ketika menyaksikan crop circle. Saking antusiasnya dengan objek yang disaksikan, hingga tak memikirkan keselamatan sendiri.
Tapi bukan hanya kebakaran tersebut yang mengancam keselamatan ‘penonton’. Bahaya lain datang dari kendaraan pemadam atau dari kendaraan operasional aparat. Dalam kondisi yang serba tidak menentu, pemadam atau aparat dituntut untuk bergerak cepat. Dengan tuntutan memadamkan api segera atau mengamankan wilayah, kendaraan-kendaraan ini bisa bergerak dengan cepat. Tentunya, kerumunan warga yang memadati jalanan akan menghalangi mobilisasi mereka, memaksa petugas untuk berteriak memerintahkan warga menyingkir.
Dengan kecepatan seperti itu, bayangkan bila saat itu sopir kendaraan kurang mawas, ditambah warga terlalu asyik menonton. Ini terbukti dalam kebakaran Pasar Rawa Indah, seorang pengendara motor tertabrak mobil pemadam. Beruntung tidak ada korban jiwa. Bila yang terjadi lebih dari itu, tentu akan ada berita lain di koran besok selain kebakaran.
Belum lagi bila ada warga yang merasa kesal dengan kinerja pemadam kebakaran yang dianggap lambat. Kebakaran Pasar Rawa Indah kembali menjadi contoh. Selain menghadapi ganasnya api, para pemadam juga mesti menghadapi telur-telur yang dilemparkan oleh warga ke arah mereka.
Keberadaan para ‘penonton liar’ ini sebenarnya sudah diantisipasi oleh aparat berwenang. Salah satunya, dengan menutup akses jalan menuju lokasi kebakaran. Namun biarpun begitu, tetap saja ada warga yang nakal dan nekat menerobos barikade yang dipasang polisi. Sebagaimana yang saya saksikan dalam kebakaran di Kampung Baru kemarin. Seolah, aparat kepolisian diremehkan, padahal apa yang mereka lakukan demi keselamatan kita bersama.
Tapi keberadaan para penonton ini bukan hanya mengganggu mobilisasi. Rupanya, ada juga oknum tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan situasi yang serba darurat dengan menjarah barang-barang milik korban. Sebagaimana yang ditemukan dari penelusuran rekan saya di lapangan. Sekali lagi, hal ini sangat disayangkan.
Seperti yang dikatakan redaktur saya, keberadaan kerumunan warga yang menyaksikan kebakaran bisa dibilang wajar dan kerap terjadi. Dimanapun, kebakaran selalu menarik perhatian warga untuk datang dan menyaksikannya. Seperti, telah menjadi sebuah hiburan tersendiri di tengah kekalutan yang ada. Tak peduli panasnya api yang membara, warga pasti ingin tahu bagaimana kebakaran terjadi, seberapa besar apinya, apa saja yang terbakar, dan bagaimana kerja pemadam kebakaran. Apalagi untuk masyarakat Kota Taman yang kekurangan hiburan. Beberapa di antara mereka mengabadikannya dalam bentuk foto atau rekaman video. Yang mungkin nanti dibagikan melalui jejaring social masing-masing. Entah apa tujuannya.
Tapi bilapun menonton kebakaran dibenarkan, bukankah lebih baik dilakukan dengan beretika. Misalnya dengan tidak mengganggu proses pemadaman, dengan tidak menghalangi aparat berwenang. Yang lebih penting, dengan memperhatikan serta mengutamakan keselamatan diri sendiri dan orang lain. Jangan sampai, karena menyaksikan kebakaran membuat kita atau orang lain celaka. Naudzubillahi min dzalik. (luk)
kliping_catatan_pertamaku_di_halaman_1_bontang_post.jpg |