Sofyan Hasdam adalah nama yang tidak asing lagi bagi masyarakat Bontang. Hampir semua warga Bontang, terutama mereka yang bermukim di Bontang sejak awal 2000 mengenal nama sosok tokoh pembangunan Kota Taman ini. Ibarat Soeharto, Sofyan Hasdam adalah Wali Kota Bontang pertama saat Bontang beralih menjadi kotamadya. Dalam dua periode kepemimpinannya sejak 2001 hingga 2011, telah benyak pembangunan dilakukan di Bontang, membuat kota kelahiranku ini menjadi sebuah kota modern yang membuatku terperangah tatkala menginjakkan kembali kakiku disini.
Tapi sayangnya, aku belum pernah merasakan era kepemimpinan Sofyan Hasdam. Ketika aku kembali ke Bontang, adalah awal pemerintahan Adi Darma dan wakilnya Isro Umarghani yang terpilih dalam Pilkada Bontang 2010. Sehingga, aku tidak bisa melihat bagaimana seorang Sofyan Hasdam memimpin kota ini dalam perannya sebagai Wali Kota. Ini membuatku bertanya-tanya, mengingat masih banyak yang mengelu-elukan sosok bangsawan ini sebagai pemimpin besar Bontang. Memang sehebat apa sih Pak Sofyan Hasdam ini yang seperti Soeharto, terjerat kasus korupsi usai kepemimimpinnya ini?
Aku pertama kali melihat sosok mantan Wali Kota ini dalam siaranberita PKTV terkait nasib Bontang FC atau BFC. Kala itu aku belum menjadi kuli tinta. Saat itu aku menyaksikan televisi bersama paman dan bibiku, tempatku menumpang. Menyaksikan liputan tersebut, pamanku sempat berkomentar kalau nasib BFC saat ini merupakan kesalahan Sofyan Hasdam. Semestinya, BFC tetap dipegang Pupuk Kaltim, bukan diserahkan ke Pemkot Bontang. Well, aku tidak bisa berkomentar karena aku baru tiba di Bontang waktu itu. Tapi ucapan pamanku itu membuatku berpikir bahwa Sofyan Hasdam sama dengan pemimpin-pemimpin di daerah-daerah lain di Indonesia yang haus kekuasaan. Apalagi, kudengar dia terjerat kasus korupsi berjamaah saat menjabat Wali Kota.
Menjadi wartawan lantas memberiku kesempatan untuk mengenal mantan Wali Kota yang juga suami Ketua DPRD Neni Moerniaeni ini lebih dekat. Di kantorku, kulihat sebuah buku karya sofyan Hasdam dengan kaver bergambar wajah beliau. Bila dilihat sekilas saja, Sofyan Hasdam terlihat angkuh. Membuatku berpikir kalau orang ini bukan orang yang ramah. Tapi pada akhirnya, kuketahui siapa sosok yang sejatinya seorang dokter ini.
Aku pertama kali bertemu dengannya saat perayaan Idul Adha 1433 Hijriah. Waktu itu aku meliput kurban penyembelihan sapi dan kambing Bunda Neni (panggilan Neni Moerniaeni, Red.) di rumah jabatan beliau. Saat itu, Pak Sofyan muncul meninjau langsung proses penyembelihan yang secara kebetulan dilakukan oleh pamanku. Saat kulihat kedatangannya, kesan angkuh masih kurasakan. Tapi, setiap warga yang berkumpul disana tampak menyalami beliau dan begitu menghormati beliau. Aku lantas berniat mewawancarai beliau untuk menanyakan qurban yang dilakukannya bersama sang istri. Namun karena dia sibuk dan harus menghadiri sebuah acara, aku gagal mewawancarainya.
Tapi kemudian ajudan Bunda Neni mengirimkan pesan singkat yang menyatakan bahwa ada sesuatu yang ingin dikatakan Pak Sofyan kepadaku. Ajudan itu lantas memberikan nomor ponsel Pak Sofyan. Aku lalu mengirimkan pesan singkat ke Pak Sofyan, dan beliau memintaku datang ke rumahnya saat malam. Sayangnya, malam itu aku sibuk dengan beritaku sehingga tidak sempat datang ke rumahnya. Membuatku merasa bersalah hingga saat ini karena tidak menepati janjiku.
Beberapa waktu setelahnya, awal 2013, aku mendapatkan kesempatan lain mewawancarai beliau. Saat itu, aku dan Ibob, tandemku di halaman 1 mendapat tugas menulis berita feature bersambung tentang aktivitas mantan pejabat Pemkot Bontang. Dan, Sofyan Hasdam menjadi tokoh pamungkas yang menutup serial berita itu. Sebenarnya, Ibob yang kebagian mewawancarai Sofyan Hasdam. Namun karena hari itu dia libur, dia memintaku untuk menggantikan posisinya. Tapi dia yang membuatkan janji bertemu serta akan menemaniku liputan.
Aku dan Ibob lantas meluncur ke kediaman Sofyan Hasdam dan disambut baik oleh beliau dan istrinya, Bunda Neni. Ibob lebih banyak bertanya sementara aku mencatat dan merekam. Dari wawancara itu, aku tahu siapa sosok Sofyan Hasdam. Rupanya anggapanku selama ini tidak benar. Sosok yang pernah menjabat DPRD Kaltim ini justru orang yang sangat ramah. Dia begitu terbuka dengan pembawaan yang tenang. Wajahnya pun terlihat menyenangkan, malah terlihat chubby dari dekat. Very-very friendly. Diceritakannya aktivitasnya usai tidak lagi aktif dalam geliat pemerintahan. Rupanya Pak Sofyan kini aktif berkebun dan bertani di Lembah Hijau.
Sayangnya, malam itu Pak Sofyan dan Bunda Neni mesti menghadiri undangan peringatan Maulid Nabi Muhammad di Lhoktuan. Sehingga waktu wawancara kami mesti diakhiri. Akan tetapi Bunda Neni mengajak kami untuk ikut serta dalam lawatan mereka. Sekaligus melanjutkan wawancara di sepanjang perjalanan. Kami lantas dipersilakan masuk ke dalam mobil, duduk di kursi belakang.
Semobil dengan pejabat bukan hal baru bagiku. Tapi entah kenapa berada satu mobil dengan Pak Sofyan dan Bunda Neni terasa istimewa. Aku merasa seperti menjadi bagian keluarga mereka. Seolah aku adalah anak beliau, karena dalam mobil hanya kami berempat dan sopir. Dan ya, obrolan renyah dan akrab terus berlanjut di sepanjang perjalanan menuju Lhoktuan. Beberapa program Pak Sofyan sewaktu menjabat pun sempat diulasnya singkat. Perlahan aku pun mengerti kenapa masyarakat Bontang begitu mengelukan Sofyan Hasdam. Lelaki ini benar-benar luar biasa. Apalagi dalam acara Maulid, beliau didaulat memberikan sambutan yang sangat menarik. Sofyan Hasdam memberikan ceramah singkat dengan gayanya yang tenang namun berapi-api. Termasuk mengulas singkat makna maulid. Beberapa kali tangannya teracung terangkat, sementara para hadirin menyaksikannya dengan takjub dan penuh perhatian.
Ketika acara selesai, kami pun kembali menumpang di bagian belakang mobil. Aku dan Ibob diam saja dalam perjalanan pulang, sementara Pak Sofyan dan Bunda Neni tampak sesekali berbincang. Ketika Ibob kembali bertanya, barulah Pak Sofyan tersadar kalau kami masih berada di dalam mobilnya. "Eh, kalian masih disini?" tanyanya terkejut. Mobil dinas KT 2 D yang kami tumpangi pun kembali ke rumah dinas, dan kami pamit pulang sembari membawa makanan khas Maulid, telur Maulid.
Walaupun singkat, namun pengalaman satu mobil dengan Pak Sofyan itu yang membuatku bisa mengenal karakter beliau. Pantas saja masyarakat Bontang begitu mengelu-elukan Sofyan Hasdam. Dengan karakter yang dimilikinya, Pak Sofyan akan selalu diingat sebagai tokoh penting Kota Taman. Katanya, banyak pembangunan yang telah dihasilkannya dalam dua periode kepemimpinannya. Dan, banyak warga Bontang yang berutang budi karena kebaikannya. Dan menurutku, karena kebaikannya itu pula yang membuatnya dimanfaatkan kroni-kroninya sehingga dia terjerat kasus korupsi berjamaah, yang membuatnya menjadi pesakitan di meja hijau.
Sejak saat itu, beberapa kali aku mewawancarai Sofyan Hasdam. Di antaranya terkait status kawasan Lembah Hijau Lestari yang dipermasalahkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) yang konon masuk kawasan hutan lindung. Pak Sofyan begitu terbuka pada wartawan. Padahal waktu itu beliau tengah berada di bandara. Beliau lantas menjawab pertanyaanku melalui pesan singkat yang begitu panjang. Hal serupa juga terjadi ketika aku meminta komentar terkait diangkatkan Wali Kota Bontang Adi Darma menjadi ketua harian Golkar Kaltim yang praktis menggeser posisinya. Saat kuhubungi beliau berada di Jakarta, dan kembali menjawab pertanyaanku via sms yang begitu panjang. Membuatku berpikir, betapa niat sekali orang ini menjawab pertanyaan wartawan. Berbeda dengan beberapa pejabat Pemkot saat ini yang begitu tertutup pada wartawan. Bahkan kudengar, saat menjabat Pak Sofyan begitu mudah ditemui dan diwawancarai wartawan.
Dengan kebaikan-kebaikan yang kurasakan itu, membuatku ingin merasakan kepemimpinan beliau. Apalagi hal itu sempat berpengaruh pada objektivitasku sebagai wartawan. Tapi tentu saja Pak Sofyan tidak bisa lagi menjadi Wali Kota Bontang karena telah dua kali berturut-turut menjabat. Aku memang hanya sebentar saja mengenalnya, jadi belum banyak yang kuketahui mengenai beliau. Termasuk kabar bahwa Pak Sofyan beristri dua. Meski begitu, kupikir Pak Sofyan adalah sosok yang baik. Well, andai semua pemimpin seperti Sofyan Hasdam. (luk)
Tapi sayangnya, aku belum pernah merasakan era kepemimpinan Sofyan Hasdam. Ketika aku kembali ke Bontang, adalah awal pemerintahan Adi Darma dan wakilnya Isro Umarghani yang terpilih dalam Pilkada Bontang 2010. Sehingga, aku tidak bisa melihat bagaimana seorang Sofyan Hasdam memimpin kota ini dalam perannya sebagai Wali Kota. Ini membuatku bertanya-tanya, mengingat masih banyak yang mengelu-elukan sosok bangsawan ini sebagai pemimpin besar Bontang. Memang sehebat apa sih Pak Sofyan Hasdam ini yang seperti Soeharto, terjerat kasus korupsi usai kepemimimpinnya ini?
Aku pertama kali melihat sosok mantan Wali Kota ini dalam siaranberita PKTV terkait nasib Bontang FC atau BFC. Kala itu aku belum menjadi kuli tinta. Saat itu aku menyaksikan televisi bersama paman dan bibiku, tempatku menumpang. Menyaksikan liputan tersebut, pamanku sempat berkomentar kalau nasib BFC saat ini merupakan kesalahan Sofyan Hasdam. Semestinya, BFC tetap dipegang Pupuk Kaltim, bukan diserahkan ke Pemkot Bontang. Well, aku tidak bisa berkomentar karena aku baru tiba di Bontang waktu itu. Tapi ucapan pamanku itu membuatku berpikir bahwa Sofyan Hasdam sama dengan pemimpin-pemimpin di daerah-daerah lain di Indonesia yang haus kekuasaan. Apalagi, kudengar dia terjerat kasus korupsi berjamaah saat menjabat Wali Kota.
Menjadi wartawan lantas memberiku kesempatan untuk mengenal mantan Wali Kota yang juga suami Ketua DPRD Neni Moerniaeni ini lebih dekat. Di kantorku, kulihat sebuah buku karya sofyan Hasdam dengan kaver bergambar wajah beliau. Bila dilihat sekilas saja, Sofyan Hasdam terlihat angkuh. Membuatku berpikir kalau orang ini bukan orang yang ramah. Tapi pada akhirnya, kuketahui siapa sosok yang sejatinya seorang dokter ini.
Aku pertama kali bertemu dengannya saat perayaan Idul Adha 1433 Hijriah. Waktu itu aku meliput kurban penyembelihan sapi dan kambing Bunda Neni (panggilan Neni Moerniaeni, Red.) di rumah jabatan beliau. Saat itu, Pak Sofyan muncul meninjau langsung proses penyembelihan yang secara kebetulan dilakukan oleh pamanku. Saat kulihat kedatangannya, kesan angkuh masih kurasakan. Tapi, setiap warga yang berkumpul disana tampak menyalami beliau dan begitu menghormati beliau. Aku lantas berniat mewawancarai beliau untuk menanyakan qurban yang dilakukannya bersama sang istri. Namun karena dia sibuk dan harus menghadiri sebuah acara, aku gagal mewawancarainya.
Tapi kemudian ajudan Bunda Neni mengirimkan pesan singkat yang menyatakan bahwa ada sesuatu yang ingin dikatakan Pak Sofyan kepadaku. Ajudan itu lantas memberikan nomor ponsel Pak Sofyan. Aku lalu mengirimkan pesan singkat ke Pak Sofyan, dan beliau memintaku datang ke rumahnya saat malam. Sayangnya, malam itu aku sibuk dengan beritaku sehingga tidak sempat datang ke rumahnya. Membuatku merasa bersalah hingga saat ini karena tidak menepati janjiku.
Beberapa waktu setelahnya, awal 2013, aku mendapatkan kesempatan lain mewawancarai beliau. Saat itu, aku dan Ibob, tandemku di halaman 1 mendapat tugas menulis berita feature bersambung tentang aktivitas mantan pejabat Pemkot Bontang. Dan, Sofyan Hasdam menjadi tokoh pamungkas yang menutup serial berita itu. Sebenarnya, Ibob yang kebagian mewawancarai Sofyan Hasdam. Namun karena hari itu dia libur, dia memintaku untuk menggantikan posisinya. Tapi dia yang membuatkan janji bertemu serta akan menemaniku liputan.
Aku dan Ibob lantas meluncur ke kediaman Sofyan Hasdam dan disambut baik oleh beliau dan istrinya, Bunda Neni. Ibob lebih banyak bertanya sementara aku mencatat dan merekam. Dari wawancara itu, aku tahu siapa sosok Sofyan Hasdam. Rupanya anggapanku selama ini tidak benar. Sosok yang pernah menjabat DPRD Kaltim ini justru orang yang sangat ramah. Dia begitu terbuka dengan pembawaan yang tenang. Wajahnya pun terlihat menyenangkan, malah terlihat chubby dari dekat. Very-very friendly. Diceritakannya aktivitasnya usai tidak lagi aktif dalam geliat pemerintahan. Rupanya Pak Sofyan kini aktif berkebun dan bertani di Lembah Hijau.
Sayangnya, malam itu Pak Sofyan dan Bunda Neni mesti menghadiri undangan peringatan Maulid Nabi Muhammad di Lhoktuan. Sehingga waktu wawancara kami mesti diakhiri. Akan tetapi Bunda Neni mengajak kami untuk ikut serta dalam lawatan mereka. Sekaligus melanjutkan wawancara di sepanjang perjalanan. Kami lantas dipersilakan masuk ke dalam mobil, duduk di kursi belakang.
Semobil dengan pejabat bukan hal baru bagiku. Tapi entah kenapa berada satu mobil dengan Pak Sofyan dan Bunda Neni terasa istimewa. Aku merasa seperti menjadi bagian keluarga mereka. Seolah aku adalah anak beliau, karena dalam mobil hanya kami berempat dan sopir. Dan ya, obrolan renyah dan akrab terus berlanjut di sepanjang perjalanan menuju Lhoktuan. Beberapa program Pak Sofyan sewaktu menjabat pun sempat diulasnya singkat. Perlahan aku pun mengerti kenapa masyarakat Bontang begitu mengelukan Sofyan Hasdam. Lelaki ini benar-benar luar biasa. Apalagi dalam acara Maulid, beliau didaulat memberikan sambutan yang sangat menarik. Sofyan Hasdam memberikan ceramah singkat dengan gayanya yang tenang namun berapi-api. Termasuk mengulas singkat makna maulid. Beberapa kali tangannya teracung terangkat, sementara para hadirin menyaksikannya dengan takjub dan penuh perhatian.
Ketika acara selesai, kami pun kembali menumpang di bagian belakang mobil. Aku dan Ibob diam saja dalam perjalanan pulang, sementara Pak Sofyan dan Bunda Neni tampak sesekali berbincang. Ketika Ibob kembali bertanya, barulah Pak Sofyan tersadar kalau kami masih berada di dalam mobilnya. "Eh, kalian masih disini?" tanyanya terkejut. Mobil dinas KT 2 D yang kami tumpangi pun kembali ke rumah dinas, dan kami pamit pulang sembari membawa makanan khas Maulid, telur Maulid.
Walaupun singkat, namun pengalaman satu mobil dengan Pak Sofyan itu yang membuatku bisa mengenal karakter beliau. Pantas saja masyarakat Bontang begitu mengelu-elukan Sofyan Hasdam. Dengan karakter yang dimilikinya, Pak Sofyan akan selalu diingat sebagai tokoh penting Kota Taman. Katanya, banyak pembangunan yang telah dihasilkannya dalam dua periode kepemimpinannya. Dan, banyak warga Bontang yang berutang budi karena kebaikannya. Dan menurutku, karena kebaikannya itu pula yang membuatnya dimanfaatkan kroni-kroninya sehingga dia terjerat kasus korupsi berjamaah, yang membuatnya menjadi pesakitan di meja hijau.
Sejak saat itu, beberapa kali aku mewawancarai Sofyan Hasdam. Di antaranya terkait status kawasan Lembah Hijau Lestari yang dipermasalahkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) yang konon masuk kawasan hutan lindung. Pak Sofyan begitu terbuka pada wartawan. Padahal waktu itu beliau tengah berada di bandara. Beliau lantas menjawab pertanyaanku melalui pesan singkat yang begitu panjang. Hal serupa juga terjadi ketika aku meminta komentar terkait diangkatkan Wali Kota Bontang Adi Darma menjadi ketua harian Golkar Kaltim yang praktis menggeser posisinya. Saat kuhubungi beliau berada di Jakarta, dan kembali menjawab pertanyaanku via sms yang begitu panjang. Membuatku berpikir, betapa niat sekali orang ini menjawab pertanyaan wartawan. Berbeda dengan beberapa pejabat Pemkot saat ini yang begitu tertutup pada wartawan. Bahkan kudengar, saat menjabat Pak Sofyan begitu mudah ditemui dan diwawancarai wartawan.
Dengan kebaikan-kebaikan yang kurasakan itu, membuatku ingin merasakan kepemimpinan beliau. Apalagi hal itu sempat berpengaruh pada objektivitasku sebagai wartawan. Tapi tentu saja Pak Sofyan tidak bisa lagi menjadi Wali Kota Bontang karena telah dua kali berturut-turut menjabat. Aku memang hanya sebentar saja mengenalnya, jadi belum banyak yang kuketahui mengenai beliau. Termasuk kabar bahwa Pak Sofyan beristri dua. Meski begitu, kupikir Pak Sofyan adalah sosok yang baik. Well, andai semua pemimpin seperti Sofyan Hasdam. (luk)