Sekilas, judul kisah ini mirip dengan judul novel karangan Mira W yang berjudul 'Dari Jendela SMP'. Bedanya, kisahku ini merupakan kisah nyata yang kualami sendiri. Ya, dari jendela sekolah dasar, aku menemukan jodohku, yang kini menjadi istriku. Kisah ini bermula ketika aku pindah ke SD Mojoroto IV Kediri di bangku kelas 3 caturwulan 3. Saat itu, aku pindah dari Jombang ke Kediri karena ingin dekat dengan ibuku. Setelah sebelumnya aku dirawat Pamanku di Jombang usai kematian ayahku saat aku duduk di kelas 1 SD.
Binti Nur Syamsiyah, adalah salah seorang temanku di SD tersebut. Akan tetapi aku tidak akrab dengannya dan kami tidak banyak mengobrol. Namun, tanpa kusadari, rupanya diam-diam Binti mengagumiku. Dia kagum padaku yang kala itu dikenal sebagai siswa pandai. Sayangnya, dia minder berteman denganku karena aku banyak berkumpul bersama anak-anak pandai. Bisa dibilang, saat itu aku menjadi cinta monyetnya, walaupun perasaannya sebatas ngefans karena kepandaianku. Aku sendiri merasa senang dengan Binti, karena gadis hitam manis ini tidak banyak omong dan baik hati. Walaupun perasaanku saat itu sebatas teman.
Setelah kelulusan SD, aku dan Binti tidak pernah lagi bertemu. Kami menjalani masa-masa SMP dan SMA kami masing-masing tanpa saling mengetahui kabar satu sama lain. Hingga kemudian di tahun 2005, saat aku duduk di bangku kelas 3 SMA, teman-temanku menggelar reuni SD. Saat itu, aku dan Binti kembali bertemu. Namun tetap saja perasaanku sebatas teman, pun dengan perasaan Binti kepadaku. Saat reuni itulah teman-teman menggoda kami dan entah bagaimana ceritanya kami berdua berfoto bersama. Seolah-olah, ada perasaan di antara kami berdua. Memang saat masih SD, aku dan Binti sama-sama bertubuh kecil, sehingga mungkin membuat teman-teman berpikir kami serasi.
Usai reuni itu kami kembali lost contact. Aku melanjutkan pendidikan tinggi sementara Binti terjun ke dunia kerja. Saat itu merupakan awal-awal ponsel mulai digunakan secara masif. Barulah pada pertengahan 2008, kembali terjalin komunikasi dengan Binti melalui SMS. Aku ingat saat itu aku baru pulang dari rekreasi bersama dua sahabatku yang tergabung dalam ASSE Gank, gengku yang kudirikan sejak SMA. Saat itu aku mendapat SMS dari Binti yang menanyakan kabarku. Rupanya Binti mendapatkan nomor ponselku dari salah seorang teman SD yang tidak sengaja bertemu di stasiun, Dian.
Sejak SMS pertama itu, komunikasi kami berjalan intens melalui SMS. Padahal saat itu nomor ponselku IM3 sedangkan Binti menggunakan Simpati. Binti mengatakan padaku bahwa Simpati memiliki fitur Talkmania 2000 atau TM. Yaitu, dengan registrasi senilai Rp 2 ribu, dapat menelepon dengan batasan waktu yang lama pada sesama Telkomsel. Entah kenapa kemudian aku tertarik untuk berganti kartu menggunakan Simpati. Agar aku bisa menghubungi Binti secara langsung dengan tarif yang murah. Aku pun berganti nomor, mengaktifkan TM, dan mulailah aku dan Binti saling berkomunikasi via telepon.
Obrolan kami tidak banyak, sekadar obrolan tentang masa-masa sekolah, menanyakan kabar teman-teman, serta pengalaman-pengalaman yang kami alami. Meski begitu, entah kenapa aku kerap merayu dengan rayuan gombal yang selalu dibalas cibiran oleh Binti. Memang rayuan gombal yang kuberikan saat itu sebatas main-main agar suasana bisa lebih akrab. Dan hubungan kami tetap sebagai hubungan pertemanan.
Persahabatan kami pun terjalin. Beberapa kali kami sempat bertemu secara langsung di tahun 2008. Saat itu dia bekerja di fotokopi sementara aku masih kuliah, pulang pergi Jakarta-Kediri. Pertemuan kami di antaranya menyantap es campur dan pergi ke warnet bersama. Saat itu aku bahkan membuatkan akun Facebook untuknya, yang tetap bertahan hingga saat ini. Tanpa sengaja, aku menuliskan sebuah kode, yang seolah menjadi ramalan dalam hubungan kami di masa depan.
Kedekatanku dengan Binti ini rupanya dilihat oleh Nurul, adikku. Dia lantas menggodaku untuk berpacaran dengan Binti, yang menurutnya perempuan yang baik dan serasi denganku. Namun kutegaskan bahwa hubunganku dengan Binti hanya sekadar teman. Memang saat itu aku merasakan perasaan yang aneh setiap kali terkenang Binti, namun aku tidak tahu perasaan apa itu.
Pada 2008, aku dan Binti, bersama dua temanku lainnya yaitu Dian dan Adhitya berkumpul bersama. Kami menghabiskan malam dan saling bercerita. Serta, berfoto bersama di photobox pada salah satu mal yang ada di Kediri. Setahun kemudian, September 2009, kami berempat kembali bertemu saat libur lebaran di rumah Dian. Kami menghabiskan waktu bersama, dan malam itu, aku membonceng Binti. Saat pulang, Adhitya sempat memotretku bersama Binti di atas sepeda motor. Foto itulah yang kemudian membuatku selalu terkenang pada Binti setiap kali aku melihatnya. Akan tetapi, setelah pertemuan tersebut, komunikasiku dengan Binti sempat terputus dan kami berpisah. Aku kembali sibuk dengan dunia kuliahku yang sempat berantakan, sementara Binti kembali pada pekerjaannya di fotokopi kampus yang ada di di Kediri.
Waktu terus berjalan, selepas lulus kuliah, Juni 2011, aku pergi ke Kalimantan untuk mencari penghidupan. Sebelum berangkat, di awal 2011 aku sempat bertemu Binti, dan kami makan bersama. Saat itu Binti telah menjalin hubungan dengan seorang lelaki. Mengetahui dia sudah memiliki kekasih, membuatku mulai segan menghubungi Binti melalui telepon. Walaupun, beberapa kali aku menghubunginya dan mengirimkan pesan singkat padanya. Begitu pun sebaliknya. Entah kenapa ada perasaan sedih mengetahui Binti bersama lelaki lain.
Dalam obrolan kami kala itu, aku kerap menanyakan bagaimana progres hubungannya dengan lelaki bernama Aqym tersebut. Kapan menikah dan pertanyaan basa-basi lainnya. Sementara setiap kali dia menanyakan apakah aku sudah punya kekasih atau belum, aku selalu menjawab dengan canda dan nada rayuan gombal, "Aku kan selalu menunggumu." Ya, aku memang kerap menggodanya setiap kali aku meneleponnya.
Komunikasiku dengan Binti pernah benar-benar terputus ketika nomor Binti tidak dapat dihubungi sama sekali. Sesaat aku melupakannya dan sibuk dengan aktivitasku sehari-hari. Baik ketika masih bekerja di bank maupun ketika sudah menjadi wartawan. Pernah suatu ketika aku berhasil menghubungi Binti. Kala itu aku masih bekerja di bank. Ketika kutelepon, Binti bercerita mengenai hubungannya dengan Aqym yang katanya tidak jelas. Pasalnya, Aqym tidak juga menunjukkan keseriusan untuk menikahinya. Kabarnya, hubungan Aqym dengan Binti tidak direstui oleh guru spiritual Aqym. Malahan, Aqym dijodohkan dengan gadis pilihan sang guru. Inilah yang membuat Binti sedih. Padahal sebelumnya dia pernah bercerita padaku tentang rencananya menikah. Bisa dibilang malam itu aku menelepon di waktu yang tepat, ketika dia tengah sedih. Aku pun menjadi tempatnya mencurahkan isi hati yang tengah didera kegundahan.
November 2012, tepat di hari ulang tahun koranku, aku menjalin hubungan dengan salah seorang wartawati radio, bernama Ria. Sempat aku menceritakan mengenai hubunganku tersebut pada Binti dan dia senang mendengarnya. Kuceritakan keinginanku untuk menikah, namun terkendala usia Ria yang masih terlalu belia, 18 tahun. Sebaliknya, dia menceritakan hubungannya dengan Aqym yang memburuk dan semakin tidak jelas. Membuatku sedih mendengarnya mengingat Binti pernah menceritakan keinginannya untuk menikah dengan Aqym. Sebagai seorang sahabat, aku pun menghiburnya, mendoakan semoga hubungannya membaik dan keinginannya untuk segera menikah dapat terwujud.
(bersambung ke bagian 2)
Binti Nur Syamsiyah, adalah salah seorang temanku di SD tersebut. Akan tetapi aku tidak akrab dengannya dan kami tidak banyak mengobrol. Namun, tanpa kusadari, rupanya diam-diam Binti mengagumiku. Dia kagum padaku yang kala itu dikenal sebagai siswa pandai. Sayangnya, dia minder berteman denganku karena aku banyak berkumpul bersama anak-anak pandai. Bisa dibilang, saat itu aku menjadi cinta monyetnya, walaupun perasaannya sebatas ngefans karena kepandaianku. Aku sendiri merasa senang dengan Binti, karena gadis hitam manis ini tidak banyak omong dan baik hati. Walaupun perasaanku saat itu sebatas teman.
Setelah kelulusan SD, aku dan Binti tidak pernah lagi bertemu. Kami menjalani masa-masa SMP dan SMA kami masing-masing tanpa saling mengetahui kabar satu sama lain. Hingga kemudian di tahun 2005, saat aku duduk di bangku kelas 3 SMA, teman-temanku menggelar reuni SD. Saat itu, aku dan Binti kembali bertemu. Namun tetap saja perasaanku sebatas teman, pun dengan perasaan Binti kepadaku. Saat reuni itulah teman-teman menggoda kami dan entah bagaimana ceritanya kami berdua berfoto bersama. Seolah-olah, ada perasaan di antara kami berdua. Memang saat masih SD, aku dan Binti sama-sama bertubuh kecil, sehingga mungkin membuat teman-teman berpikir kami serasi.
Usai reuni itu kami kembali lost contact. Aku melanjutkan pendidikan tinggi sementara Binti terjun ke dunia kerja. Saat itu merupakan awal-awal ponsel mulai digunakan secara masif. Barulah pada pertengahan 2008, kembali terjalin komunikasi dengan Binti melalui SMS. Aku ingat saat itu aku baru pulang dari rekreasi bersama dua sahabatku yang tergabung dalam ASSE Gank, gengku yang kudirikan sejak SMA. Saat itu aku mendapat SMS dari Binti yang menanyakan kabarku. Rupanya Binti mendapatkan nomor ponselku dari salah seorang teman SD yang tidak sengaja bertemu di stasiun, Dian.
Sejak SMS pertama itu, komunikasi kami berjalan intens melalui SMS. Padahal saat itu nomor ponselku IM3 sedangkan Binti menggunakan Simpati. Binti mengatakan padaku bahwa Simpati memiliki fitur Talkmania 2000 atau TM. Yaitu, dengan registrasi senilai Rp 2 ribu, dapat menelepon dengan batasan waktu yang lama pada sesama Telkomsel. Entah kenapa kemudian aku tertarik untuk berganti kartu menggunakan Simpati. Agar aku bisa menghubungi Binti secara langsung dengan tarif yang murah. Aku pun berganti nomor, mengaktifkan TM, dan mulailah aku dan Binti saling berkomunikasi via telepon.
Obrolan kami tidak banyak, sekadar obrolan tentang masa-masa sekolah, menanyakan kabar teman-teman, serta pengalaman-pengalaman yang kami alami. Meski begitu, entah kenapa aku kerap merayu dengan rayuan gombal yang selalu dibalas cibiran oleh Binti. Memang rayuan gombal yang kuberikan saat itu sebatas main-main agar suasana bisa lebih akrab. Dan hubungan kami tetap sebagai hubungan pertemanan.
Persahabatan kami pun terjalin. Beberapa kali kami sempat bertemu secara langsung di tahun 2008. Saat itu dia bekerja di fotokopi sementara aku masih kuliah, pulang pergi Jakarta-Kediri. Pertemuan kami di antaranya menyantap es campur dan pergi ke warnet bersama. Saat itu aku bahkan membuatkan akun Facebook untuknya, yang tetap bertahan hingga saat ini. Tanpa sengaja, aku menuliskan sebuah kode, yang seolah menjadi ramalan dalam hubungan kami di masa depan.
Kedekatanku dengan Binti ini rupanya dilihat oleh Nurul, adikku. Dia lantas menggodaku untuk berpacaran dengan Binti, yang menurutnya perempuan yang baik dan serasi denganku. Namun kutegaskan bahwa hubunganku dengan Binti hanya sekadar teman. Memang saat itu aku merasakan perasaan yang aneh setiap kali terkenang Binti, namun aku tidak tahu perasaan apa itu.
Pada 2008, aku dan Binti, bersama dua temanku lainnya yaitu Dian dan Adhitya berkumpul bersama. Kami menghabiskan malam dan saling bercerita. Serta, berfoto bersama di photobox pada salah satu mal yang ada di Kediri. Setahun kemudian, September 2009, kami berempat kembali bertemu saat libur lebaran di rumah Dian. Kami menghabiskan waktu bersama, dan malam itu, aku membonceng Binti. Saat pulang, Adhitya sempat memotretku bersama Binti di atas sepeda motor. Foto itulah yang kemudian membuatku selalu terkenang pada Binti setiap kali aku melihatnya. Akan tetapi, setelah pertemuan tersebut, komunikasiku dengan Binti sempat terputus dan kami berpisah. Aku kembali sibuk dengan dunia kuliahku yang sempat berantakan, sementara Binti kembali pada pekerjaannya di fotokopi kampus yang ada di di Kediri.
Waktu terus berjalan, selepas lulus kuliah, Juni 2011, aku pergi ke Kalimantan untuk mencari penghidupan. Sebelum berangkat, di awal 2011 aku sempat bertemu Binti, dan kami makan bersama. Saat itu Binti telah menjalin hubungan dengan seorang lelaki. Mengetahui dia sudah memiliki kekasih, membuatku mulai segan menghubungi Binti melalui telepon. Walaupun, beberapa kali aku menghubunginya dan mengirimkan pesan singkat padanya. Begitu pun sebaliknya. Entah kenapa ada perasaan sedih mengetahui Binti bersama lelaki lain.
Dalam obrolan kami kala itu, aku kerap menanyakan bagaimana progres hubungannya dengan lelaki bernama Aqym tersebut. Kapan menikah dan pertanyaan basa-basi lainnya. Sementara setiap kali dia menanyakan apakah aku sudah punya kekasih atau belum, aku selalu menjawab dengan canda dan nada rayuan gombal, "Aku kan selalu menunggumu." Ya, aku memang kerap menggodanya setiap kali aku meneleponnya.
Komunikasiku dengan Binti pernah benar-benar terputus ketika nomor Binti tidak dapat dihubungi sama sekali. Sesaat aku melupakannya dan sibuk dengan aktivitasku sehari-hari. Baik ketika masih bekerja di bank maupun ketika sudah menjadi wartawan. Pernah suatu ketika aku berhasil menghubungi Binti. Kala itu aku masih bekerja di bank. Ketika kutelepon, Binti bercerita mengenai hubungannya dengan Aqym yang katanya tidak jelas. Pasalnya, Aqym tidak juga menunjukkan keseriusan untuk menikahinya. Kabarnya, hubungan Aqym dengan Binti tidak direstui oleh guru spiritual Aqym. Malahan, Aqym dijodohkan dengan gadis pilihan sang guru. Inilah yang membuat Binti sedih. Padahal sebelumnya dia pernah bercerita padaku tentang rencananya menikah. Bisa dibilang malam itu aku menelepon di waktu yang tepat, ketika dia tengah sedih. Aku pun menjadi tempatnya mencurahkan isi hati yang tengah didera kegundahan.
November 2012, tepat di hari ulang tahun koranku, aku menjalin hubungan dengan salah seorang wartawati radio, bernama Ria. Sempat aku menceritakan mengenai hubunganku tersebut pada Binti dan dia senang mendengarnya. Kuceritakan keinginanku untuk menikah, namun terkendala usia Ria yang masih terlalu belia, 18 tahun. Sebaliknya, dia menceritakan hubungannya dengan Aqym yang memburuk dan semakin tidak jelas. Membuatku sedih mendengarnya mengingat Binti pernah menceritakan keinginannya untuk menikah dengan Aqym. Sebagai seorang sahabat, aku pun menghiburnya, mendoakan semoga hubungannya membaik dan keinginannya untuk segera menikah dapat terwujud.
(bersambung ke bagian 2)